Jaksa KPK Sindir Materi Eksepsi Eks Warek UI
Utama

Jaksa KPK Sindir Materi Eksepsi Eks Warek UI

Tim pengacara Tafsir Nurchamid dianggap keliru memahami apa yang dimaksud dengan peradilan umum.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan dan instalasi teknologi informasi Perpustakaan Pusat UI, Tafsir Nurchamid menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/8/). Sidang memasuki agenda pembacaan eksepsi.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan dan instalasi teknologi informasi Perpustakaan Pusat UI, Tafsir Nurchamid menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/8/). Sidang memasuki agenda pembacaan eksepsi.

Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adyantana Meru Herlambang menyindir materi eksepsi yang disusun tim pengacara Tafsir Nurchamid. Ia menganggap tim pengacara mantan Wakil Rektor Universitas Indonesia (UI) ini keliru memahami apa dimaksud dengan lingkungan peradilan dan kewenangan mengadili.

Sebelumnya, dalam eksepsinya, tim pengacara Tafsir menyatakan perkara Tafsir tidak dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Hal ini dikarenakan sumber anggaran yang digunakan untuk pengadaan instalasi teknik informasi di Gedung Perpustakaan UI bukan bersumber dari APBN/APBD, melainkan dari kerja sama UI dan BNI 46.

Tim pengacara menilai Pengadilan Tipikor Jakarta tidak berwenang mengadili perkara Tafsir. Tim pengacara berpendapat seharusnya perkara Tafsir disidang di peradilan umum karena perbuatan tersebut bukan merupakan lingkup kompetensi absolut peradilan tindak pidana korupsi, tetapi masuk lingkup kompetensi peradilan umum.

Menanggapi dalil tim pengacara, Adyantana mengatakan, berdasarkan ketentuan Pasal 18 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi.

Mengacu pada ketentuan itu, di dalam sistem peradilan di Indonesia tidak mengenal adanya lingkungan peradilan tindak pidana korupsi. Namun, hanya mengenal lima lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi. Di lingkungan peradilan umum dapat dibentuk pengadilan khusus.

Sesuai Pasal 2 UU No.46 Tahun 2009, Pengadilan Tipikor merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum. “Tim penasihat hukum telah keliru karena menganggap Pengadilan Tipikor sebagai peradilan khusus,” kata Adyantana saat membacakan tanggapan atas eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/8).

Ia melanjutkan, kekeliruan lainnya adalah tim pengacara Tafsir kurang memahami mengenai konsep keberatan atau eksepsi. Kekeliruan ini terlihat dalam petitum tim pengacara yang meminta majelis hakim menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging) dalam putusan sela.

Tags:

Berita Terkait