DPR Setujui RUU Panas Bumi Menjadi UU
Berita

DPR Setujui RUU Panas Bumi Menjadi UU

Pemerintah daerah berhak atas bonus produksi dalam pemanfaatan tidak langsung panas bumi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Rapat paripurna DPR, Selasa (26/8), menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Panas Bumi menjadi undang-undang. Kesepakatan diambil setelah seluruh anggota memberikan persetujuannya.

“Apakah RUU tentang Panas Bumi dapat disahkan menjadi UU,” tanya pimpinan rapat Pramono Anung kepada seluruh anggota dewan yang hadir. Serentak, anggota dewan menyatakan persetujuannya.

Ketua Pansus RUU tentang Panas Bumi, Nazarudin Kiemas, dalam laporan akhirnya mengatakan RUU Panas Bumi mengatur beberapa hal, di antaranya pemerintah menyelenggarakan panas bumi dimanfaatkan tidak langsung bertujuan keperluan penyediaan listrik.

Usaha panas bumi tergolong jenis usaha yang berbeda dengan pengusahaan migas. Menurutnya, pengusahaan panas bumi amatlah berisiko dengan tingkat pengembalian modal yang lambat. Hal itu disebabkan tingginya biaya pengusahaan, rendahnya insentif dan masalah perizinan terutama di kawasan hutan.

Pemerintah dinilai berkewajiban  menciptakan iklim kondusif dalam pengusahaan panas bumi. Khususnya masalah penganggaran eksplorasi, perizinan, insentif, dan penyediaan lahan. Melalui RUU Panas Bumi inilah menjadi jalan penguatan pemerintah dalam penyelenggaraan panas bumi. Selain itu, pemerintah daerah berhak atas bonus produksi dalam pemanfaatan tidak langsung panas bumi.

“RUU Panas Bumi menegaskan pengusahaan panas bumi utuk pemanfaatan tidak langsung menjadi prioritas utama dalam pengusahaan panas bumi,” ujarnya.

Dikatakan Nazarudin, perubahan rezim penyelenggaraan panas bumi tidak lagi menjadi bagian dari rezim dari rezim pertambangan. Dengan begitu, pengusahaan panas bumi tidak lagi bertentangan dengan UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurutnya, kawasan konversi pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan harus menjalankan  prinsip pengelolaan  hutan lestari sesuai  dengan peraturan perundangan.

Selain itu, penetapan harga panas bumi sesuai harga keekonomian. Rendahnya  insentif bagi pengembang panas bumi dalam bentuk harga  jual uap dan listrik yang dihasilkan  panas bumi selama ini menjadi persoalan lambatnya pengembangan panas bumi. Menurutnya penetapan harga panas bumi harus disesuaikan dengan harga keekonomian  dalam rangka meningkatkan investasi pengusahaan panas bumi.

Anggota Komisi VII itu lebih jauh mengatakan, menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan panas bumi. Pengawasan dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, masyarakat dapat berperan serta dan memiliki hak dalam penyelenggaraan panas bumi. Tidak hanya itu, RUU Panas Bumi mengatur tentang hukum pidana terkait penyidik melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundangan.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berharap dengan disahkannya menjadi UU, setidaknya regulasi tersebut menjadi payung hukum dalam pengusahaan panas bumi. Selain itu, dapat mendorong investasi pengusahaan panas bumi dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Terpenting, Indonesia tidak lagi ketergantungan energi fosil.
“Serta menumbuhkan pusat pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan perekonomian masyarakat,” ujarnya.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, mengamini pengesahan RUU tersebut menjadi UU. Menurutnya, panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang bila dikembangkan sebagai energi listrik dapat menjadi sumber daya energi yang ramah lingkungan. Malahan, dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Ia menilai pemanfaatan panas bumi di seluruh Indonesia selama ini mengalami berbagai kendala. Antara lain pengembangan panas bumi yang berada pada wilayah konservasi.

Atas dasar itulah Jero berpandangan landasan hukum yakni UU No.27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan aturan turunannya  belum dapat menjawab tantangan dalam pengembangan panas bumi secara optimal.  Mengacu pada amanat konstitusi Pasal 33 ayat 2) dan (3), maka perlu dilakukan kegiatan pengusahaan panas bumi yang dimanfaatkan langsung  (untuk non listrik) maupun pemanfaatan tidak langsung (untuk tenaga listrik).

“Agar secara bertahap kosntribusi terhadap ekonomi nasional terus meningkat,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait