Perkuat Pemberantasan Korupsi di Parlemen
Utama

Perkuat Pemberantasan Korupsi di Parlemen

Partai berkontribusi melakukan kesalahan mendorong oknum anggota dewan berprilaku korup melenggang ke parlemen.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Penghujung masa periode anggota dewan 2009-2014 menjadi kilas balik lima tahun ke belakang betapa kepercayaan publik terhadap anggota dewan terus menurun. Perilaku korup sejumlah oknum anggota dewanmenjadi bagian parameter penialain publik terhadap parlemen. Selain itu, rendahnya tingkat kehadiran anggota dewan dalam menghadiri rapat pembahasan maupun paripurna menjadi sorotan publik.

Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR, Siswono Yudohusodo, mengatakan korupsi di bidang legislasi memang cukup marak lima tahun belakangan terakhir. Ironisnya, DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintah, termasuk bidang anggaran justru menjadi bagian  dalam tindak pidana korupsi.  

Oleh sebab itu, lima tahun ke depan khususnya anggota dewan periode 2014-2019 mesti lebih baik. Tidak saja tidak melakukan korupsi, tetapi juga meningkatkan produktifitas dalam bidang legislasi. “Kita berharap perform DPR ke depan lebih baik nanti. Apakah DPR 2009-2014 lebih baik dari  periode 2014-2019, biar waktu nanti yang menjawab,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Selasa (26/8).

Menurutnya, parlemen Indonesia sudah tergabung dalam Southeast Asian Parliamentarian Againts Corruption (SEAPAC) maupun Global Organization of Parliamentarian Againts Corruption (GOPAC). Selain berkomitmen dalam pemberantasan korupsi, pihak yang dapat memperbaiki wajah parlemen adalah lembaga beserta anggota dewan.

Anggota Komisi IV itu lebih jauh berpendapat, partai memiliki peran yang cukup besar dalam menempatkan kader di parlemen. Menurutnya, partai mesti menyaring kader-kader yang memiliki integritas tinggi sebelum bertarung dalam Pemilu Legislatif. Boleh jadi kader partai terpilih dan melenggang ke senayan. Namun, partai bisa menjadi bulan-bulanan publik ketika kader partai di parlemen melakukan korupsi.

Selain itu, masyarakat memiliki peran dalam melakukan pemilihan anggota legislatif. Publik perlu menelaah jejak rekam calon sebelum menentukan pilihan. “Pada tingkat kedua, ada di rakyat dalam memilih putra terbaik. Kalau hasilnya tidak maksimal jangan salahkan partai. Jadi kontribusi kesalahan bisa di partai dan masyarakat,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu lebih jauh mengatakan, di kebanyakan negara maju, tingkat kesadaran menjaga kehormatan lembaga amatlah tinggi. Misalnya, jika terdapat pejabat negara melakukan kesalahan, maka dengan sendirinya mereka mengundurkan diri. Bahkan, kata Siswono, terdapat pejabat negara di Korea menghukum diri sendiri dengan melakukan bunuh diri.

“Kalau di negara yang peradabannya maju, sudah sampai menghukum diri sendiri.

Di tempat uang sama, Direktur Monitoring dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri, menambahkan komitmen parlemen dalam pemberantasan korupsi perlu diperdalam. Misalnya, jika merujuk pada UU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) hasil revisi, mundur dari UU MD3 yang lama. Pasalnya, penggunaan keuangan setidaknya dapat dilakukan audit oleh Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).

“Tapi melalui UU MD3 hasil revisi keberadaan BAKN dihapus. Tindakan regulasi seperti ini akan menjadi pertanyaan,” ujarnya.

Dikatakan Ronald, parlemen perlu membentuk sebuah kaukus maupun gerakan komunitas yang konsern pada satu bidang. Setidaknya, komunitas seperti halnya kaukus perempuan parlemen bekerja dengan integritas dan idealis. Menurutnya, kaukus anti korupsi parlemen perlu diperkuat dan diperluas ruang geraknya.

Lebih jauh, Ronald berpandangan terhadap anggota dewan periode 2014-2019 perlu diketahui sejauh mana pengalaman kerja dan keberpihakan terhadap isue publik. Pasalnya dengan mengetahui jejak rekam anggota dewan  boleh menjadi dapat mendorong DPR menjadi lebih produktif. “Dan menopang agenda pemberantasan korupsi di parlemen,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait