Perbankan Indonesia Dinilai Siap Hadapi MEA Tanpa Konsolidasi
Berita

Perbankan Indonesia Dinilai Siap Hadapi MEA Tanpa Konsolidasi

Selama ini 119 bank di Indonesia sudah menjadi pemenang kompetisi dengan bertahan dari krisis tahun 1997-1998 dan 2008.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
BNI. Foto: Sgp
BNI. Foto: Sgp
PT Bank Negara Indonesia Tbk (Persero) optimis bahwa 119 bank di Indonesia bisa menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2020. Direktur Utama BNI Gatot M Suwondho mengatakan, seluruh perbankan tersebut telah teruji dalam menghadapi krisis 1997-1998 dan 2008.

“Kita sudah menang, yang belum adalah bersaing di negara tetangga,” kata Gatot dalam sebuah seminar di Jakarta, Selasa (26/8).

Menurutnya, dalam MEA yang harus ditekankan adalah berlakunya asas resiprokal. Bila perbankan asing boleh masuk ke Indonesia, maka perbankan Indonesia juga diperbolehkan untuk buka di negara tetangga. “Kita perlu paksa mereka fairness reciprocality (reciprocally, red),” ujar Gatot.

Atas dasar itu, lanjut Gatot, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak perlu mengupayakan konsolidasi khususnya terhadap empat bank BUMN. Menurutnya, jika regulator mau memberikan izin bank asing untuk membuka kantor cabang, silahkan diberikan di wilayah yang jauh dari pusat kota. Misalnya seperti di wilayah Timur, Flores atau Papua.

Gatot mengatakan, perbankan dalam negeri yang jumlahnya 119 saja mampu melewati masa-masa kritis, terlebih lagi bagi empat bank BUMN. Meski dibandingkan bank-bank di ASEAN, aset dan permodalan milik empat bank BUMN lebih kecil. Namun, dari sisi kinerja masih bisa bersaing dengan bank-bank di ASEAN.

“ROA (return on asset) dan ROE (return on equity) kita jauh melampaui bank-bank ASEAN. Bahkan, NIM (nett interest margin) kita paling besar,” kata Gatot.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Irwan Lubis, sepakat bahwa kondisi perbankan di Indonesia dalam keadaan yang baik. Ia juga tak membantah bahwa perlu ada pembuatan aturan dari regulator secara taktis dan strategis jika berkaitan dengan keinginan masuknya bank asing ke dalam negeri.

Atas dasar itu, terdapat aturan bahwa untuk membuka kantor cabang di wilayah Timur Indonesia biaya charge-nya lebih murah jika dibandingkan membuka di pulau Jawa. Hal tersebut lebih dikarenakan roda bisnis dari cabang lebih tinggi. “Bisa konsolidasi strategi atau bisa konsolidasi institusi,” katanya.

Ia sepakat jika 119 bank di Indonesia telah teruji dengan berbagai gejolak ekonomi. Namun, dari sisi struktur, 119 bank tersebut belum seimbang. Bank yang masuk ke BUKU III dan BUKU IV atau asetnya besar hanya sekitar 19 bank. Seluruh bank tersebut menguasai hampir 90 persen aset di industri perbankan.

Sedangkan sisanya, sebanyak 100 bank masuk ke BUKU I dan BUKU II, yakni bank yang modal intinya lebih kecil. “Makanya dikeluarkan aturan, jika ingin buka cabang wilayah Timur charge-nya capitalnya murah. Kalau di Jawa charge-nya tinggi, karena density dari cabangnya tinggi,” kata Irwan.

Meski begitu, konsolidasi merupakan jalan terbaik bagi perbankan Indonesia dalam menghadapi MEA 2020. Menurutnya, dengan permodalan yang kuat, bisa mengantisipasi kekurangan sumber dana bagi perbankan Indonesia. “Permodalan cukup kuat, tapi harus pikirkan bagaimana source of funding ke depan untuk biayai pertumbuhan kredit,” katanya.
Tags:

Berita Terkait