FPPTHI Berharap Jokowi Konsisten dalam Penegakan Hukum
Aktual

FPPTHI Berharap Jokowi Konsisten dalam Penegakan Hukum

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
FPPTHI Berharap Jokowi Konsisten dalam Penegakan Hukum
Hukumonline
Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (FPPTHI) dalam pertemuannya di Surabaya, Selasa, minta presiden terplih Joko Widodo dan Jusuf kalla tetap konsisten dalam melaksanakan program unggulannya khususnya di bidang pendidikan dan penegakan hukum.

Di antara program unggulan Presiden terpilih Joko Widodo dan JK, kata juru bicara FPPTHI Dr. Laksanto Utomo, Selasa malam di Surabaya usai melakukan lokakarya, akan menumbuhkan program biaya pendididikan murah hingga perguruan tinggi dan menegakkan hukum tidak pilih tebang.

Di negeri ini, katanya, wibawa hukum tergerus dengan stigma, hukum tajam untuk kalangan ke bawah dan tumpul untuk kalangan atas.

Joko Widodo dan JK, katanya, punya kemampuan untuk melaksanakan programnya tanpa ada beban masa silam. Laksanto yang juga wakil ketua FPTHI mengatakan, pihaknya mendukung penuh adanya program yang baik itu.

Dikatakannya, usai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 21 Agustus 2014 pemerintah baru harus "berlari kencang" untuk mewujudkan programnya, agar sebagian rakyat dapat melihat bahwa apa yang dijanjikan itu tidak sekadar retorika.

Menurut Laksanto, Presiden terpilih sedikitnya punya lima program unggulan antara lain Indonesia pintar, indonesia sehat dan pencegahan korupsi diberbagai lini, termasuk didalmnya penegakkan hukum.

Laksanto yang didampingi Ketua FPPTHI, Surajiman, Prof. Dr. Fasial Santiago juga mengatakan, sesuai amanat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (sitdiknas) pendidikan dialokasikan 20 persen dari jumlah APBBN 2014. Jumlah APBN tahun ini lebih dari Rp2000 triliun, sehingga 20 persen mencapai sekitar Rp371,2 triliun.

Dengan demikian, di sektor pendidikan pemerintahan baru cukup punya ruang untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya perguruan tinggi yang kini masih butuh pembenahan.

Wakil Dekan Universitas Riau, Eko Prastyo menambahkan, tugas penting pemerintahan baru, menegakan hukum dan tetap mendorong peran Komisi Pemberantasan Korupsi agar terus berani menjalankan tugasnya.

Di daerah, kata Eko, istilah hukum tajam untuk orang miskin dan tumpul untuk orang punya uang tampak sekali. Oleh karena itu, guna menuju Indonesia bersih dan jujur penegakkan hukum sebagai syarat utama untuk dilaksanakan dalam rangka memberikan pengayoman dan kepastian hukum masyarakat.

Khusus dalam memilih Polri dan Jaksa Agung, kata Eko, diambil secara profesional dan bersih dari kesalahan di masa silam. Pimpinan itu harusnya memang menjadi panutan.

Prof. Dr. Faisal Santiago dekan FH Borobudur Jakarta menambahkan, pemerintahan Joko Widodo dan JK dapat melaksanakan programnya di bidang pendidikan dan hukum lebih kencang karena keduanya tidak punya masalah.

"FPTTHI meminta presiden baru lebih konsentrasi pada pembenahan hukum nasional, seperti melanjutkan pembahasan KUH Pidana dan Kitab Hukum Acanya (KUHAP) di mana pada masa pemerintahan SBY belum dituntaskan," katanya.

Ia mengatakan, FPPTHI siap memberikan masukan guna mempercepat proses pembaharuan hukum nasional. "Di masa Jokowi itu harus ada warisan yang berarti untuk bangsa, kami di bidang hukum mengharapkan pembaharuan hukum nasional dapat dituntas dimasa pemerintahanya," kata Santiago.

Usulkan rancangan Lokakarya yang dihadiri lebih dari 27 universitas seluruh Indonesia itu, kata Ketua FPPTHI Surajiman, forum tadi selain memberikan dukungan kepada pemerintahan baru pasca diumumkannya putusan MK, juga diformulasikan draf standardisasi untuk tingkat kelulusan para sarjana hukum.

Para Pengurus Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (FPPTHI) akan segera mengajukan konsep standarisasi tingkat kelulusan sarjana hukum berbasis Kualifikasi Nasional Indoneesia/KNI.

Konsep ini dibuat dengan mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) No 8 Tahun 2012 yang sampai saat ini belum banyak dilaksanakan oleh fakultas hukum.

Perpres itu, kata Surajiman sebbagai tindak lanjut dari UU No 12/2012 tentang Pendidikan Perguruan Tinggi, namun belum bisa dilaksanakan di tataran operasional.

Baik UU maupun Perpres tentang kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) belum mengatur standardisasi tingkat kelulusan sebagai seorang sarjana hukum yang diharapkan mampu menjadikan seorang praktisi atau ahli hukum di bidangnya, seperti mahir di sektor hukum bisnis, perdata maupun pidana.

Ia menjelaskan hal itu didampingi para wakil ketuanya. Jika standardisasi tidak dibuat, akan membuat kebingunan dari masing-masing perguruan tinggi.

Saat ini banyak kalangan fakultas hukum mengalami "kebingungan " soal matrikulasi atau pelajaran dasar bagi calon seorang hukum. Saat ini masing-masing perguruan tinggi menerapkan pelajaran dasar ilmu hukum yang berbeda-beda. Contoh universitas A berbeda dengan universitas B dalam mengajarkan matrikulasi dasar bidang hukum. Seolah tidak ada standarisasi di perguruan tingggi hukum, kataya.
Tags: