Wadah Tunggal Organisasi Notaris Kembali Dipersoalkan
Berita

Wadah Tunggal Organisasi Notaris Kembali Dipersoalkan

Pemohon diminta menguraikan perbedaan antara permohonan ini dengan putusan MK sebelumnya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang pleno pembacaan putusan di MK. Foto: RES
Suasana sidang pleno pembacaan putusan di MK. Foto: RES
Dinilai melanggar kebebasan berserikat, ketentuan wadah tunggal organisasi jabatan Notaris dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalu uji materi Pasal 82 ayat (1), (2), (3) UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014. Pemohonnya sendiri dari kalangan notaris yakni Raden Mas Soenarto, Teddy Anwar, dan Himpunan Notaris Indonesia (HNI).

Para pemohon menilai adanya pembatasan atas kebebasan berserikat bagi notaris untuk membentuk organisasi profesi notaris dan bergabung dengan organisasi tersebut sejatinya bentuk pelanggaran HAM. Pasalnya, ketentuan itu secara nyata membatasi hanya boleh ada satu Organisasi Notaris, dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya wadah profesi Notaris.

“Itu bentuk pelanggaran HAM dari notaris itu sendiri. Hak atas kebebasan berserikat  dan berkumpul dilindungi konstitusi,” ucap kuasa hukum pemohon, M. Alexander Weenas dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Wahidudin Adams, di ruang sidang MK, Kamis (28/8). Wahidudin didampingi sebagai anggota majelis Anwar Usman dan Arief Hidayat sebagai anggota majelis.

Pasal 82 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Jabatan Notaris menyebutkan,  “(1) Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris. (2) Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia. (3) Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu-satunya wadah profesi Notaris yang bebas dan mandiri yangdibentuk dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Notaris”.

Alexander mengungkapkan faktanya terdapat lebih dari satu organisasi notaris, seperti Himpunan Notaris Indonesia (HNI) dan Persatuan Notaris Indonesia (PERNORI) yang memiliki anggota aktif. Sebagian notaris secara sadar memilih organisasi itu tanpa paksaan. “Banyak notaris dengan kesadarannya justru memilih bergabung dalam organisasi selain INI,” paparnya.

Dia berpandangan pemerintah seharusnya tidak memaksakan satu wadah tunggal organisasi notaris, tetapi juga memberi kesempatan organisasi notaris lain menjadi wadah organisasi notaris yang bebas dan mandiri untuk meningkatkan kualitas profesi notaris. Pemohon justru meragukan wadah tunggal yang dikhawatirkan kurang mampu meningkatkan kualitas anggotanya mengingat terdapat puluhan ribu notaris di Indonesia.

“Pemohon melihat organisasi-organisasi notaris yang ada nantinya akan berlomba-lomba menjadi organisasi yang lebih profesional dalam memberikan pelayanan terbaiknya kepada para anggotanya yang berimbas memberikan manfaat kepada masyarakat,” katanya.

Karena itu, para pemohon meminta Pasal 82 ayat (1) sepanjang frasa “satu wadah”, Pasal 82 ayat (2) sepanjang frasa “Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia” dan Pasal 82 ayat (3) sepanjang frasa ‘satu-satunya’  bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.  

Pernah diputus
Menanggapi permohonan, Wahidudin Adams mengingatkan bahwa pasal-pasal dengan substansi yang sama sudah pernah diputus MK yang dinyatakan ditolak. “Ini perlu diperhatikan agar permohonan ini tidak sia-sia,” kata Wahid.

Anggota panel, Arief Hidayat meminta pemohon agar mempelajari putusan MK sebelumnya. “Putusan MK yang menguji substansi pasal yang sama perlu dipelajari supaya tidak nebis in idem. Saudara harus mempertajam perbedaan permohonan ini dengan putusan sebelumnya menyangkut pasal-pasal batu ujinya dan alasan/dasar pertimbangannya, apa beda?” kata Arief. “Ini agar majelis bisa menyimpulkan bahwa permohoan Anda berbeda dengan permohonan sebelumnya yang sudah diputus.”

Majelis menilai permohonan agak kurang nyambung antara posita dan petitum. Sebab, petitum yang diminta dalam permohona belum disinggung dalam positanya. “Di petitum ada, tetapi tidak pernah dipertimbangkan dalam posita atau sebaliknya. Permohonan harus ada konsistensi/koherensi antara alasan permohonan dan petitumnya, ini harus diperhatikan,” ujarnya menasehati.

Arief juga menyarankan agar permohonan ini dibandingkan dengan putusan MK No. 14/PUU/IV/2006 terkait wadah tunggal organisasi advokat. “Saudara bisa membandingkan apa organisasi wadah tunggal advokat itu beda tidak dengan wadah tunggal organisasi notaris? Ini bisa dipakai sebagai referensi,” sarannya.
Tags:

Berita Terkait