Jokowi Harus Pilih Jaksa Agung yang Berani Menggebrak
Berita

Jokowi Harus Pilih Jaksa Agung yang Berani Menggebrak

Jaksa agung yang ada sekarang terlalu adem ayem, tertinggal jauh dari KPK.

Oleh:
MAR
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Jaksa agung merupakan ujung tombak penegakan hukum di Indonesia. Karenanya, ke depan, Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) harus bisa menempatkan orang yang tepat di pos jaksa agung ini. Salah satu kriteria yang diusulkan oleh praktisi hukum adalah, harus berani menggebrak.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Otto Hasibuan berharap jaksa agung yang dipilih Jokowi ke depan tidak harus berasal dari dalam (internal) kejaksaan.

“Dulu saya berpikir jaksa agung itu harus orang dalam. Tetapi, setelah kita lihat kepemimpinan sekarang, jaksa agung sekarang terlalu adem ayem, tidak ada gebrakan, ya saya pikir perlu juga diambil orang-orang dari manapun baik dari kejaksaan atau dari luar,” papar Otto kepada hukumonline, Jumat (22/8).

Yang terpenting, tambahnya, harus dipilih Jaksa Agung yang bisa mengejar ketertinggalan kejaksaan dari KPK. Karena selama ini menurutnya KPK dibuat karena kejaksaan agung tidak menonjol. Saat ini, KPK sudah maju pesat tetapi Kejaksaan tetap bergerak lambat. Jadi, terlihat semakin lama semakin tertinggal.

“Padahal KPK itu dibuat untuk sementara waktu, supaya kejaksaan agung bisa mengejar ketinggalan dan setelah dia (kejaksaan agung, red) lebih unggul dan lebih maju. Lalu, KPK dibubarkan,” ujar Otto.

Otto berpendapat Jokowi harus mencari seorang jaksa agung yang betul-betul mengerti hukum, menajamen, berani, punya politik hukum yang jelas sesuai dengan target-target pemerintahan.
UU No.16 Tahun 2004
Pasal 20
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa agung adalah:
  • Warga negara Indonesia
  • Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  • Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • Berijazah paling rendah sarjana hukum
  • Sehat jasmani dan rohani
  • Berwibawa, jujur adil, dan berkelakuan tidak tercela

Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad) Prof. Romli Atmasasmita menilai jaksa agung adalah ujung tombak tegaknya hukum. “Jaksa Agung lebih berat, karena menentukan maju mundurnya penegakan hukum kita. Jadi, pertama syaratnya harus berani. Berani mengatakan ya atau tidak pada siapapun,” paparnya.

Kedua, jaksa agung harus paham globalisasi. Menurutnya, globalisasi bukan hanya masalah ekonomi, tetapi hukum pun ikut terimbas oleh globalisasi, baik secara positif maupun negatif. Globalisasi hukum yang positif adalah dengan mempunyai hukum yang sama levelnya dengan negara-negara maju.

“Yang negatif adalah kalau kita tidak mengerti sifat karasteristik hukum asing, kita terjebak dalam cengkraman hukum negara asing,” ungkapnya.

Karena, lanjut Romi, negara asing sekarang menjajah bukan lagi dengan senjata, tetapi dengan uang hibah dan undang-undang. Mereka akan berusaha menyodorkan draft undang-undang, karena itu jaksa agung juga harus kritis terhadap undang-undang. “Jangan lagi hanya memikirkan efek jera. Itu sudah lewat. Efek jera itu abad ke 18 karena dikasih efek jera enggak pernah jera-jerakan,” sindir Romli.  

Romli mencontohkan KPK yang dibentuk untuk menghantam korupsi, tetapi para koruptor hanya ketawa-tawa dan makin beranak pinak. Pasalnya, para peneggak hukum hanya berpikir memasukan koruptor ke penjara, lalu memperlihatkan pada wartawan bahwa mereka bisa dijerat. Namun, berdasarkan penelitian laporan kejaksaan, uang yang dikembalikan tidak sampai 50 persen dari kerugian total negara.

“Jadi mindset-nya harus dirubah, kalau jaksa agungnya masih jaman baheula pikirannya, negara tidak makmur-makmur,” tegas Romli.

Romli menegaskan bahwa hukum itu jangan hanya menghukum, tetapi juga menghasilkan duit. Bukan untuk kantong sendiri, tetapi untuk dimasukan ke kas negara.

Kordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar menilai pemilihan Jaksa Agung adalah isu yang serius. Orang yang terpilih,  lanjutnya, tidak harus dari dalam kejaksaan. “Syaratnya harus punya keberanian yang cukup, kecerdasan yang cukup dan punya ide bagaimana kejaksaan agung ke depan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait