Karena Kasus Kecelakaan Tidak Selalu Salah Sopir
Resensi

Karena Kasus Kecelakaan Tidak Selalu Salah Sopir

Karya seorang polisi yang selama 25 tahun bergelut di bidang lalu lintas.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Data Kepolisian mencatat rata-rata per 17 menit, satu orang meninggal di Indonesia karena kecelakaan lalu lintas. Data ini memang sulit dibantah karena faktanya, insiden kecelakaan lalu lintas adalah peristiwa sehari-hari yang dapat kita temui di jalan raya. Dan, ketika kecelakaannya melibatkan mobil, entah menabrak pejalan kaki, motor atau sesama mobil, umumnya yang disalahkan adalah pengemudi atau sopir.

Seringkali, dalam kasus kecelakaan, sopir memang menjadi pihak yang paling naas. Tidak hanya dipersalahkan, terkadang sopir menjadi korban main hakim sendiri. Terkadang, berujung kematian. Padahal, penyebab kecelakaan lalu lintas bisa bervariasi yang artinya pihak yang bertanggung jawab tidak melulu sopir.

Hukum positif Indonesia, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengatur bahwa korporasi beserta pengurusnya juga bisa diminta pertanggungjawaban pidana atas suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas.

Termaktub dalam Pasal 315 ayat (1), aturan pidana korporasi itu lengkapnya berbunyi, “Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh perusahaan angkutan umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap perusahaan angkutan umum dan/atau pengurusnya”.

Berangkat dari pasal itu, Dr. Asep Supriadi, SH, MH, seorang anggota Polri tergerak untuk membahasnya secara mendalam dalam sebuah buku berjudul “Kecelakaan Lalu Lintas dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia”.
Judul : Kecelakaan Lalu Lintas dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia
Penulis : Dr. Asep Supriadi, SH, MH
Penerbit : PT. Alumni
Tahun Cetakan : 2014
Jumlah Halaman : 270

Sebagaimana diakui penulis, materi buku ini adalah perpaduan antara hasil penelitian yang dilakukan penulis ketika menyusun thesis untuk memperoleh gelar magister hukum di Universitas Langlang Buana, Bandung dan pengalaman dinas penulis sebagai anggota Polri bidang lalu lintas.

Sesuai judulnya, fokus pembahasan buku ini adalah kecelakaan lalu lintas dan pertanggung jawaban pidana korporasi yang diintroduksi dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun begitu, penulis hanya menempatkan satu bab khusus, dari total enam bab, untuk membahas pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kasus kecelakaan lalu lintas.

Bab V dengan judul “Efektivitas Pertanggungjawaban Pidana Korporasi serta Konsep Penegakan Hukum Ditinjau dari Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”, ‘memakan’ hampir setengah dari total jumlah halaman buku terbitan PT. Alumni ini.

Di luar bab khusus itu, penulis memaparkan beragam teori terkait pertanggungjawaban pidana korporasi, seperti Vicarious Liability, Strict Liability, Kausalitas, dan teori efektivitas (hal 25-112). Penulis juga menyediakan bab khusus tentang komparasi konsep dan pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.

Di lingkup nasional, penulis membandingkan pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam KUHP dan di luar KUHP. Penulis mengidentifikasi terdapat empat undang-undang, selain UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang telah mengadopsi konsep pertanggungjawaban pidana korporasi. Yakni UU Narkotika, UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (hal 126-129).

Untuk perbandingan di luar Indonesia, penulis memilih negara Perancis dan Norwegia. Dari Perancis, penulis mengutip Buku I Title III, Chapter I yang mengatur tentang jenis-jenis pidana. Lalu dari Norwegia, penulis mengutip Norway Penal Code, Chapter 3a yang mengatur tentang Criminal Liability of Enterprises (hal 129-133).

Secara umum, buku karya Dosen Luar Biasa Universitas Langlang Buana ini sangat bermanfaat bagi publik untuk memahami konsep pertanggungjawaban pidana korporasi yang diatur dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Perpaduan antara pemahaman konsep serta pengalaman yang dimiliki penulis menjadikan keunggulan sendiri dari buku ini.

Satu hal yang menjadi catatan minor adalah komparasi luar negeri yang dipaparkan penulis tidak terkait langsung dengan konsep pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Penulis hanya mengutip pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi dari Perancis dan Norwegia secara umum.
Tags:

Berita Terkait