Jaksa Agung Kirim Tim ‘Buru Aset’ ke Eropa
Berita

Jaksa Agung Kirim Tim ‘Buru Aset’ ke Eropa

Selain jalur informal seperti ARIN-AP, jalur formal dalam bentuk MLA juga diperlukan.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Kepala Pusat Pemulihan Aset, Chuck Suryosumpeno. Foto: PPA-Kejaksaan
Kepala Pusat Pemulihan Aset, Chuck Suryosumpeno. Foto: PPA-Kejaksaan
Kejaksaan Agung menunjukkan keseriusannya dalam upaya pemulihan aset hasil tindak pidana. Salah satu bukti keseriusan itu adalah awal September 2014 ini, Jaksa Agung Basrief Arief mengirim sebuah tim kecil ke benua biru, Eropa dalam rangka menelusuri aset hasil tindak pidana kejahatan sejumlah perkara yang ditangani lembaga kejaksaan.

Dipimpin langsung oleh Kepala Pusat Pemulihan Aset, Chuck Suryosumpeno, tim kecil itu terdiri dari tim lobi dan tim teknis. Dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Chuck mengatakan keberangkatan tim yang dia pimpin adalah buah dari diskusi dengan perwakilan anggota Camden Asset Recovery Inter-agency Network (CARIN) dalam acara Annual General Meeting I ARIN-AP di Yogyakarta, sepekan silam.

Menurut Chuck, acara Annual General MeetingI ARIN-AP di Yogyakarta kemarin membawa banyak manfaat. Dalam acara itu, kata dia, para peserta yang terdiri dari aparat penegak hukum dari sejumlah negara serta organisasi internasional, bisa saling diskusi dan tukar menukar informasi. Manfaat itu juga dirasakan Kejaksaan RI dalam menelusuri informasi tentang keberadaan aset hasil tindak pidana yang selama ini sulit terlacak.

“Ketika terbuka sedikit celah, kami pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, kami sambut dan langsung bergerak, makanya saya kirimkan tim khusus yang tidak lebih dari lima orang ke Eropa,” ungkap Jaksa Agung Basrief Arief dalam siaran pers.

Sayangnya, baik Jaksa Agung maupun Chuck tidak menyebutkan negara mana saja yang akan dikunjungi dan perkara tindak pidana apa yang terkait dengan aset-aset tersebut. Chuck hanya menyebutkan, timnya akan melakukan koordinasi intens dengan sejumlah pihak terkait termasuk Financial Investigation Unit dari masing-masing negara yang ditengarai menjadi tempat penyimpanan aset hasil tindak pidana.

Chuck mengatakan Indonesia saat ini menjadi bagian dari CARIN. Walaupun hanya berstatus observer member, Indonesia adalah satu-satunya perwakilan dari Asia. Selain CARIN, Indonesia juga tercatat sebagai anggota Asset Recovery Inter-agency Network Asia Pacific (ARIN-AP). Untuk periode ini bahkan Indonesia mendapat kehormatan untuk menjadi Presiden ARIN-AP.

Dengan status sebagai observer member CARIN dan anggota ARIN-AP, Chuck optimis tim khusus yang berangkat ke Eropa akan menuai hasil penting. Terlibat dalam CARIN dan ARIN-AP, lanjut Chuck, sangat penting dan strategis, karena dengan demikian, semua urusan yang terkait dengan penanganan termasuk penelusuran aset tindak pidana kejahatan di berbagai negara, menjadi lebih mudah, lebih cepat, lebih efektif dan lebih efisien. 

“CARIN dan ARIN-AP merupakan wadah para praktisi pemulihan aset, sifatnya nonformal dan manfaatnya memperpendek proses pengurusan berbagai syarat administratif dalam rangka penelusuran aset tindak pidana kejahatan yang ada di berbagai negara,” papar Chuck.

Chuck menegaskan bahwa selain jalur informal seperti ARIN-AP, jalur formal dalam bentuk Mutual Legal Assistance (MLA) atau bantuan hukum timbal balik juga diperlukan. Menurut dia, penelusuran aset tetap membutuhkan MLA karena ketika aset tersebut telah ditemukan, maka Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan akan berhubungan secara resiprokal dengan Asset Recovery Office di negara tersebut dalam rangka menarik aset.

“Bila nanti koordinasi dan informasi yang kami dapatkan sudah cukup, maka prosesnya akan kami tingkatkan ke jalur formal dan tentu akan melibatkan banyak institusi terkait seperti PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukumdan HAM, dan lainnya,” katanya.

Sebelumnya, dalam acara Annual General MeetingI ARIN-AP di Yogyakarta, Jaksa Agung Basrief Arief berpendapat upaya pemulihan aset terkait kejahatan membutuhkan terobosan. Caranya, dengan memperkuat forum kerjasama internasional yang berbasis kerjasama langsung antar penegak hukum. Salah satu bentuk kerjasama langsung itu adalah ARIN-AP.

“Kami yakin bahwa keberadaan ARIN-AP sebagai forum kerjasama, meskipun bersifat informal, namun dapat memberikan kontribusi besar dalam upaya pemulihan aset melalui percepatan pertukaran informasi serta sarana berbagi pengalaman dan best practices di antara para anggotanya,” ujar Basrief optimis.

Basrief menegaskan keberadaan ARIN-AP menjadi penting karena dalam perkembangannya, aset hasil kejahatan telah mencapai angka yang sangat menghawatirkan. Meminjam data United Nations Office on Drugs and Crime tahun 2009, Basrief menyebut total nilai aset hasil kejahatan lintas negara termasuk peredaran narkotika mencapai AS$870 miliar per tahun atau setara dengan 1,5 persen dari total pendapatan domestik bruto dunia.

Data yang lebih terkini dari Global Financial Integrity tahun 2011, diperkirakan jumlah dana gelap dari negara-negara berkembang mencapai AS$946,7 miliar atau naik 13,7 persen dari AS$832,4 miliar pada tahun 2010. Dari jumlah itu, Asia tercatat mengalirkan 39,6 persen dari total peredaran dana gelap. Basrief mengatakan, kondisi ini merupakan peringatan bahwa pelaku kejahatan jangan diberi celah untuk menyembunyikan hasil kejahatan mereka.

“Oleh karena itulah, maka kerjasama lintas negara merupakan faktor kunci yang dibutuhkan bagi suksesnya pemulihan aset curian. Kita tidak boleh memberikan kesempatan bagi wilayah manapun untuk dijadikan surga bagi penyimpanan aset hasil kejahatan,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait