KHN: BAKN Tiada, Fungsi DPR Awasi Anggaran Tumpul
Berita

KHN: BAKN Tiada, Fungsi DPR Awasi Anggaran Tumpul

Apabila peran BAKN diserahkan ke komisi, peran itu tidak bisa dijalankan maksimal atau bahkan terabaikan.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Foto: KHN
Foto: KHN
Salah satu warisan DPR periode 2009-2014 yang mengundang kontroversi adalah UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3). Kontroversi itu muncul karena substansi yang terkandung dalam UU MD3 dinilai bermasalah, termasuk Pasal 123 yang mengatur tentang penghapusan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN).

Lengkapnya, pasal itu berbunyi “Badan Akuntabilitas Keuangan Negara tetap melaksanakan tugas sampai dengan berakhirnya masa keanggotaan DPR periode 2009-2014”.

Anggota Komisi Hukum Nasional, Frans Hendra Winarta menyayangkan dihilangkannya BAKN dalam struktur alat kelengkapan DPR. Menurut Frans, hilangnya BAKN akan mengakibatkan fungsi pengawasan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menjadi tumpul dan tidak elaboratif.

Frans menekankan pentingnya peran BAKN dalam melakukan pengawasan anggaran. Peran itu melingkupi penelaahan hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Setelah ditelaah, BAKN menyampaikan hasilnya kepada komisi-komisi terkait di DPR yang kemudian setelah dibahas, dikembalikan ke BAKN untuk diteruskan ke BPK dalam bentuk masukan.

“Di sini ditakutkan akuntabilitas dan transparansi menjadi persoalan utama, walaupun pada akhirnya tugas BAKN nantinya akan tetap dilaksanakan oleh komisi,” ujar Frans dalam acara diskusi KHN “Akuntabilitas dan Transparansi Wewenang dan Tugas DPR”, Rabu (10/9).

Apabila peran BAKN diserahkan ke komisi, Frans khawatir peran itu tidak bisa dijalankan maksimal atau bahkan terabaikan. Pasalnya, komisi-komisi di DPR umumnya sudah memiliki banyak pekerjaan.

Dalam acara yang sama, Peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam turut menyesalkan dihilangkannya BAKN sebagaimana diatur dalam UU MD3. Roy menilai secara umum UU MD3 yang baru memang mengurangi transparansi DPR. Salah satu sistem yang menjamin adanya transparansi adalah keberadaan BAKN.

“BAKN sebenarnya sistem yang bagus, tetapi hilang di UU MD3. Undang-undang yang baru memang sangat mengecewakan,” kata Roy.

Roy berpendapat hilangnya BAKN memunculkan pertanyaan apakah DPR masih memiliki semangat transparansi. Padahal, yang selama ini menjadi masalah di DPR adalah transparansi yang minim, sehingga banyak anggota Dewan yang terjerat kasus korupsi.

“Problem anggaran adalah transparansi sehingga ada ruang orang melakukan tindak pidana korupsi, papar Roy yang juga menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 yang mengajukan permohonan pengujian UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.

Selain hilangnya BAKN, yang menjadi sorotan Frans adalah adanya hak anggota DPR mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Hak ini diatur dalam Pasal 80 UU MD3. Yang menjadi persoalan, menurut dia, adalah UU MD3 tidak menjelaskan skema operasional program pembangunan daerah pemilihan.

“Tidak adanya deskripsi mengenai definisi maupun tujuan program pembangunan daerah pemilihan dapat menimbulkan celah untuk terjadi penyalahgunaan praktik di lapangan, apalagi anggota DPR berhak mendapatkan anggaran atas usulan itu,” ujarnya.     
Tags:

Berita Terkait