OJK Jajaki Kriteria QAB dan Resiprokal Secara Bilateral
Berita

OJK Jajaki Kriteria QAB dan Resiprokal Secara Bilateral

Sebagai dasar sebelum kerjasama multilateral terjadi.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ketua DK OJK, Muliaman D. Hadad. Foto: RES
Ketua DK OJK, Muliaman D. Hadad. Foto: RES
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan sejumlah cara agar pelaku industri keuangan Indonesia bisa bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Salah satu cara yang dilakukan otoritas dengan mengadakan Forum Group Discussion (FGD) yang menghadirkan pelaku usaha yang pernah berbisnis di negara-negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (CMLV).

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, FGD ini akan memaparkan kondisi dan pengalaman pelaku industri atau perusahaan yang pernah berbisnis di CMLV countries, seperti Semen Indonesia dan HSBC. Dalam FGD ini dihadiri sejumlah perbankan, yaitu BNI, BRI, Bank Mega, BCA dan BTN.

"Pertemuan awal, isu-isu apa yang bisa dimanfaatkan oleh pegiat sektor keuangan di Indonesia," katanya, Jumat (12/9).

Menurutnya, potensi pasar di negara-negara CLMV masih sangat besar. Selama ini, penetrasi sektor keuangan Indonesia ke wilayah-wilayah tersebut masih sangat minim. Atas dasar itu, FGD ini penting bagi pelaku industri domestik yang ingin mengembangkan sayapnya ke negara-negara CLMV tersebut.

"Perlu dipertimbangkan secara serius oleh pelaku keuangan nasional. Perlu persiapan dan pengetahuan, masalah teknis di lapangan seperti apa," katanya.

Muliaman mengatakan, meski integrasi di sektor perbankan pada 2020, kesiapan oleh pelaku usaha domestik harus sudah ada sejak dini. Bukan hanya dari sisi pelaku usaha saja, kesiapan serupa juga harus dilakukan oleh regulator. Atas dasar itu, OJK tengah menjajaki pembicaraan bilateral sebagai dasar sebelum kerjasama multilateral di negara-negara ASEAN terjadi.

Isu bilateral yang tengah dijajaki OJK, kata Muliaman, adalah prinsip resiprokal dan kriteria-kriteria yang masuk sebagai Qualified ASEAN Banking (QAB). "Sehingga upaya membangun bilateral sebelum multilateral 2020 bisa dilakukan sebaik-baiknya. Kita tidak ingin ketinggalan kesempatan begitu ASEAN community ini berjalan," ujarnya.

Mengenai adanya prinsip resiprokal, Muliaman mengatakan, mayoritas negara-negara ASEAN sudah mendukung. Proses pembicaraan bilateral dengan negara tertentu merupakan bagian dari penjajakan OJK agar prinsip resiprokal bisa dilaksanakan. Begitu juga terkait kriteria QAB. Menurutnya, negosiasi mengenai kriteria-kriteria yang masuk QAB terus dilancarkan secara bilateral OJK sebelum kerjasama multilateral terjadi.

Sejumlah kriteria QAB yang akan diusung adalah mengenai kemampuan keuangan, indikator keuangan dan compliance terhadap aturan global. "Kita coba tuangkan dalam kesepakatan bilateral. Ini negosiasi, paling tidak ada 4 sampai 5 bank menjadi QAB, atau lebih dari itu, tergantung perkembangan pertumbuhan industri keuangan nasional," kata Muliaman.

Ia meyakini pelaku industri keuangan domestik bisa menghadapi MEA. Hal ini dikarenakan sejumlah pelaku keuangan memiliki kompetensi di bidang retail. Namun, kompetensi yang baik ini masih memerlukan aturan yang longgar di negara-negara ASEAN. "Sehingga kemampuan retail ini saya rasa tidak perlu dikhawatirkan bank-bank besar nasional, sepanjang dipayungi kelonggaran berusaha yang memadai di sana bisa bersaing," katanya.

Direktur Keuangan BRI Ahmad Baiquni menyambut baik FGD ini. Menurutnya, negara Vietnam merupakan salah satu negara yang pertumbuhan ekonominya baik. Negara lain seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Filipina dan Thailand juga menjadi potensi pasar yang bagus. Hal ini pula yang menjadi ketertarikan BRI untuk mengembangkan bisnis kredit mikro, kecil dan menengah.

"Untuk menyasar produk SME, potensinya itu masih bagus sekali. Mulai sekarang kita sedang persiapkan. Makanya kita sangat antusias untuk menyasar ke sana," tutur Baiquni.

Sambutan baik juga diutarakan Baiquni terkait pendekatan bilateral yang tengah dijajaki OJK. Menurutnya, pendekatan tersebut berguna untuk melonggarkan regulasi di sejumlah negara-negara ASEAN yang selama ini ketat. Misalnya, di Singapura, Indonesia hanya diperbolehkan untuk offshore banking, sedangkan di negara lain ada yang belum diperbolehkan.

"Jadi perlu ada regulator yang menjalankan itu untuk kerjasama bilateral tersebut. Sehingga kita sebagai pelaku bisnis tinggal eksekusi saja" tuturnya.

Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib menyambut baik FGD yang dilakukan OJK. Namun, dari Bank Mega belum ada rencana apakah akan melakukan ekspansi ke negara-negara CLMV atau tidak. Hingga kini, Bank Mega masih fokus melebarkan bisnisnya di dalam negeri guna merebut pasar domestik.

"Kita lebih fokus di dalam negeri dilu, pasar disinikan juga besar, marjin masih bagus, pasarnya besar," ujar Kostaman.

Terkait akan diterapkannya ASEAN Banking Integration Framework (ABIF), Bank Mega siap menyambutnya. Menurut Kostaman, hal itu terlihat dari likuiditas Bank Mega yang baik. Bahkan setiap keuntungan Bank Mega ada yang dimasukkan ke modal.

"Karena LDR (Loan to Deposit Ratio) kita baru 65 persen, modal kita masih cukup sekitar 16 persen. Untuk naik BUKU sementara belum, modal inti sekitar Rp6,5 triliun sampai Rp6,6 triliun," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait