KPK Tetapkan Eks Politisi Hanura sebagai Tersangka
Berita

KPK Tetapkan Eks Politisi Hanura sebagai Tersangka

Bambang diduga memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Subri terkait pengurusan perkara pemalsuan sertifikat.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Juru Bicara KPK Johan Budi. Foto: RES.
Juru Bicara KPK Johan Budi. Foto: RES.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan politisi Partai Hanura Bambang Wiratmadji Soeharto (BWS) sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus penyuapan yang melibatkan mantan Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Nusa Tenggara Barat, Subri dan Direktur PT Pantai AAN, Lusita Anie Razak.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan Bambang bersama-sama Lusita diduga memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Subri terkait pengurusan perkara pemalsuan sertifikat di wilayah Lombok Tengah. “BWS diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” katanya, Jum’at (12/9).

Ia menjelaskan, Bambang adalah tersangka turut serta dari pihak pemberi suap. Sebelum penetapan Bambang sebagai tersangka, KPK terlebih dahulu melakukan penyelidikan dan serangkaian gelar perkara. Setelah menemukan dua alat bukti yang cukup, akhirnya penyidik meningkatkan status Bambang sebagai tersangka.

Namun, Johan mengaku, KPK masih melakukan pengembangan. Apabila ada pihak-pihak lain yang terlibat selaku pemberi suap ataupun penerima suap, sepanjang ditemukan dua alat bukti yang cukup, KPK pasti akan menetapkan tersangka baru. “KPK belum berhenti sampai titik ini. Tapi, sekarang baru BWS,” ujarnya.

Sementara, Bambang sendiri sudah pernah diperiksa KPK saat menjadi saksi untuk tersangka Subri dan Lusita. Ketika itu, Bambang yang merupakan pemilik PT Pantai AAN mengaku pernah melaporkan Sugiharta ke kepolisian Praya karena diduga membuat sertifikat kepemillikan palsu di atas lahan milik PT Pantai AAN.

Perseteruan PT Pantai AAN dan Along ini bermula dari sengketa tanah di wilayah Lombok Tengah. PT Pantai Aan mengklaim memiliki lahan seluas 4,3 hektare di Desa Selong Belanak, Praya Barat, Lombok Tengah. Di lain pihak, Along juga mengklaim sertifikat kepemilikan di atas tanah milik PT Pantai AAN.

Merasa tidak tidak terima, PT Pantai AAN akhirnya melaporkan Along ke Kepolisian Praya. Along ditetapkan sebagai tersangka dan berkas penyidikan Along dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Praya. Saat perkara Along ditangani Kejaksaan Negeri Praya, KPK menangkap tangan Subri dan Lusita di sebuah Hotel.

Dari penangkapan itulah keterlibatan Bambang mulai terkuak. Setelah menangkap tangan Subri dan Lusita, KPK menemukan barang bukti berupa uang dolar Amerika Serikat sekitar Rp190 juta serta ratusan lembar rupiah dalam berbagai pecahan senilai Rp23 juta. Pemberian uang itu diduga untuk pengurusan perkara Along.

Subri dan Lusita telah terlebih dahulu disidangkan di Pengadilan Tipikor Mataram. Penuntut umum KPK mendakwa Subri dengan dakwaan berlapis. Dalam dakwaan kesatu, penuntut umum mendakwa Subri menerima hadiah AS$8.200 atau senilai Rp100 juta dari Direktur Utama PT Pantai AAN, Bambang melalui Lusita.

Lebih lanjut, Subri juga didakwa telah menerima satu unit handphone merk Samsung dari Lusita dan menerima janji untuk dibantu dalam promosi jabatannya. Pemberian itu dimaksudkan supaya Subri mengurus penuntutan pidana terhadap Along dalam kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah di lahan milik PT Pantai AAN.

Selain itu, Subri didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama-sama Bambang dan Lusita dengan menjanjikan uang Rp25 juta kepada Desak Ketut Yuni Aryanti selaku hakim Pengadilan Negeri Bangli supaya mempengaruhi dua hakim anggota lain, Dewi Santini dan Anak Agung Putrawiratjaya agar memutus tuntutan Along tidak terbukti.
Tags:

Berita Terkait