Buktikan Cuci Uang Anas, KPK Surati Departemen Kehakiman Amerika
Utama

Buktikan Cuci Uang Anas, KPK Surati Departemen Kehakiman Amerika

Uang dollar yang diklaim Attabik diperoleh sejak tahun 1989 ternyata uang dollar terbitan 2006.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum saat menghadari sidang pembacaan tuntutan terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/9). Foto: RES.
Mantan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum saat menghadari sidang pembacaan tuntutan terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/9). Foto: RES.
Banyak cara penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuktikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Anas Urbaningrum. Salah satunya dengan melacak nomor seri uang dollar Amerika Serikat yang digunakan mertua Anas, Attabik Ali untuk membeli dua bidang tanah milik Etty Mulianingsih di Jl DI Panjaitan, Mantrijeron, Yogyakarta.

Anas dianggap terbukti membayarkan dua bidang tanah di Mantrijeron dengan uang hasil tindak pidana korupsi. Pembayaran itu dilakukan melalui Attabik dengan uang tunai Rp1,574 miliar, AS$1,109 juta, serta 20 emas batangan, dan dua bidang tanah di belakang RS Wirosaban. Kepemilikan tanah diatasnamakan Attabik.

Penuntut umum Trimulyono Hendradi mengatakan, saat bersaksi di persidangan, Attabik mengaku uang dollar tersebut merupakan uang pribadinya. Attabik membeli uang dollar dari hasil penjualan kamus Inggris-Indonesia-Arab sejak tahun 1989. Kemudian, Attabik menggunakan uang dollar itu untuk membeli dua bidang tanah di Mantrijeron.

“Namun, keterangan saksi ini ternyata tidak sesuai dengan barang bukti copy kwitansi pembelian valuta asing dan profil Attabik. Berdasarkan barang bukti yang dihimpun dari PT Barumun Abadi Autorized Money Changer, nilai (pembelian) dollar Attabik tidak sebanding,” katanya saat membacakan uraian tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/9).

Ia merasa ada beberapa kejanggalan dari keterangan Attabik. Oleh karena itu, penuntut umum mengirimkan surat elektronik (email) kepada Departemen Kehakiman Amerika Serikat dalam rangka mendapatkan penjelasan terkait nomor seri uang dollar yang digunakan Attabik untuk membeli dua bidang tanah di Mantrijeron.

Alhasil, Steve Kessler dari Departemen Kehakiman Amerikat Serikat mengirimkan email balasan yang intinya menyatakan bahwa nomor seri dengan awalan “H” yang terdapat dalam uang dollar yang diklaim Attabik dikumpulkan sejak 1989 adalah uang dollar keluaran baru yang diterbitkan sejak tahun 2006. Uang tersebut tidak diterbitkan sebelum 2006.
Trimulyono,

As I understand it from the emails below and from the attachment, $100 notes which have a serial number that begins with the prefix “H” were first issued in 2006. They may have been issued in years after 2006, but they were not issued before 2006. So, they could not have been part of a collection of US currency that had been kept by the target/suspect since 1989 (as he claims). Please let me know if we can be of further assistance on this matter. US Secret Service Agent J Kevin Traylor, who is stationed in Bangkok, would be the best source to provide direct information or evidence on this issue;

Thank you for reaching out me; we welcome the opportunity to assist you in your work.

Steve Kessler
US Department of Justice
Office of Overseas Prosecution
Development, Assistance, and Training (OPDAT)
US Embassy Jakarta
Sumber : Tuntutan KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta

Mengacu email tersebut, Trimulyono menganggap keterangan Attabik tidak berdasar dan sudah sepatutnya dikesampingkan. Lebih lanjut, ia menganggap profil Attabik tidak sesuai dengan kepemilikan uang jutaan dollar. “Terlihat jelas bahwa profil Attabik tidak sesuai dengan apa yang disampaikan di pengadilan,” ujarnya.

Kemudian, apabila keterangan Attabik dibandingkan dengan laporan SPT, jumlah penghasilan Attabik sangat jauh berbeda. Attabik mengaku mendapat penghasilan dari penjualan kamus, pensiunan, sewa kontrakan rumah (RM Serba Sambal), rumah di Jl MT Haryono, sewa dari Bank BPD Syariah, dan ruko sekitar Rp321,3 juta

Akan tetapi, sesuai SPT yang dilaporkan Attabik, sepanjang 2009-2012 penghasilan bersih Attabik hanya berkisar Rp23,586 juta pertahun. Lebih dari itu, sejumlah saksi yang dihadirkan Anas di persidangan sebagai saksi a de charge menyatakan penjualan kamus dilakukan dalam mata uang rupiah dan bukan dollar.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Trimulyono menyimpulkan pembelian dua bidang tanah di Mantrijeron bukan bersumber dari uang pribadi Attabik, melainkan dari Anas yang bersumber dari hasil tindak pidana. Sama halnya dengan uang yang digunakan untuk pembelian sebidang tanah di Desa Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta.

Pembelian tanah itu dilakukan Anas melalui kakak iparnya, Dina Zad. Walau kepemilikan tanah itu diatasnamakan Dina Zad, Trimulyono meyakini uang yang digunakan bukan bersumber dari penghasilan pribadi Dina. Hal itu dapat dibuktikan dengan profil Dina yang hanya ibu rumah tangga dan bersuamikan seorang guru.

Begitu pula dengan pembelian rumah di Jl Teluk Semangka Blok C 9 No.1, Duren Sawit, Jakarta Timur senilai senilai Rp3,5 miliar melalui Nurachmad Rusdam. Meski Anas membantah dan saksi Carrel Ticualu menyebutkan uang itu bersumber dari Ayung, pemilik PT Sanex Steel, keterangan Charel tidak dapat dibuktikan.

Charel merupakan rekan Anas yang berprofesi sebagai advokat. Charel bahkan pernah mendampingi Anas saat proses penyidikan di KPK. Belakangan, Charel menyatakan mundur karena akan menjadi saksi a de charge untuk Anas. Namun, keterangan Charel yang menyebut uang itu bersumber dari Ayung tidak disertai bukti pendukung.

Terlebih lagi, keterangan Charel tidak dapat dikonfirmasi karena Ayung sudah meninggal dalam peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh John Key. Kemudian, Anas juga tidak pernah melaporkan dalam SPT. “Dengan tidak adanya alat bukti pendukung, maka keterangan Charel harus dikesampingkan,” tutur Trimulyono.

Dengan demikian, Trimulyono berpendapat, sepanjang 16 November 2010-30 Maret 2013 telah melakukan TPPU, yaitu membayarkan pembelian aset berupa tanah dan bangunan seluruhnya Rp20,88 miliar yang patut diduga sebagai hasil korupsi berkaitan dengan pelaksaaan tugas dan wewenang Anas sebagai anggota DPR.

Ia menambahkan, uang itu merupakan sisa dana yang digunakan untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres di Bandung tahun 2010. Uang yang digunakan untuk pemenangan Anas bersumber dari bantuan Nazaruddin melalui Permai Group yang diperoleh dari fee-fee proyek yang dibiayai APBN.

Di lain pihak, Anas bersikukuh keterangan para saksi sudah membantah semua dakwaan penuntut umum. Anas menganggap tuntutan itu tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan. Khusus untuk bantahan terkait keterangan Attabik, ia belum mau berkomentar. “Nanti lah itu di bagian pembelaan. Kalau semua dijelaskan, nggak jadi pembelaan,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait