Presiden Diminta Segera Tandatangani Ratifikasi FCTC
Berita

Presiden Diminta Segera Tandatangani Ratifikasi FCTC

Pemerintah memiliki kewajiban untuk berkomitmen dalam menjamin hak anak, yakni dapat tumbuh dan berkembang termasuk hak kesehatannya.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Presiden Diminta Segera Tandatangani Ratifikasi FCTC
Hukumonline
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menandatangani ratifikasi kerangka kerja pengendalian produk tembakau (FCTC) menjelang masa pemerintahan yang akan berakhir dalam 30 hari ke depan.

"Mudah-mudahan dalam 30 hari ini Presiden bersedia menandatangani ratifikasi FCTC ini," kata Linda dalam sambutannya pada diskusi bertajuk "Urgensi Aksesi FCTC untuk Perlindungan Anak" di Jakarta, Senin (15/9).

Linda mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara yang belum menandatangani ratifikasi FCTC yang didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Padahal, menurut Linda, posisi Indonesia di mata dunia internasional sangat strategis terkait kesehatan dan sebagai salah satu negara dengan produksi rokok terbesar.

"Pemerintah memiliki kewajiban untuk berkomitmen dalam menjamin hak anak, anak harus dapat tumbuh dan berkembang termasuk hak kesehatannya," katanya.

Dia menyebutkan dari total 250 juta jiwa penduduk Indonesia, 30 persen atau 82 juta jiwa terdiri dari anak-anak. Sementara, jumlah perokok mencapai 67.4 persen dan menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, jumlah perokok anak-anak mencapai 1,4 persen.

Dia menambahkan, anak-anak yang tinggal dengan perokok sebanyak 40,3 juta jiwa. "Sekarang kalau kita lihat di jalan-jalan, masih b anyak anak merokok, padahal pendidikan sudah meningkat, informasi tentang bahaya merokok di mana-mana," katanya.

Linda juga menyayangkan masih banyaknya iklan, baliho rokok di mana-mana, dan imbauan bahaya merokok tidak membuat perokok jera.

"Stereotip perokok di iklan-iklan itu seolah-olah mereka 'macho', keren dan modern, itu 'kan pemikiran yang salah, karenanya harus diberikan pemahaman kalau rokok itu berzat kimia yang mematikan, " katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni'am Sholeh, mengatakan ratifikasi FCTC bukan perkara mudah karena menghadapai industri rokok yang sangat kuat.

Asorun mengemukakan, dari sektor pemerintah sendiri, seperti Kementerian Perindustrian masih bersifat ego sektoral yang tidak menyetujui ratifikasi FCTC. "Kita menghadapi kaum kapital yang kuat, perusahaan rokok itu salah satu orang terkaya, tetapi yang merokok orang termiskin," katanya.

Semestinya, menurut dia, pemerintah melindungi hak-hak dasar anak sebagai generasi penerus bangsa ini. "Ini (ratifikasi FCTC) adalah jihad kita, kita harus dorong betapa anak-anak harus dilindungi dari paparan adiktif," katanya.

Hal sama disampaikan Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, Heri Chariansyah, yang mengatakan dukungan internasional untuk mengaksesi FCTC semakin menguat, seperti dari WHO dan Unicef.

"Kedua Badan dunia tersebut telah memberikan dukungan kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono melalui surat tanggal 25 Maret 2014, agar Indonesia menjadi negara ke-178 yang akan mengaksesi FCTC," katanya.

Hingga saat ini sebanyak 177 anggota WHO telah meratifikasi FCTC yang mewakili sekitar 87,9 persen populasi dunia. "Sayangnya, Indonesia menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia Pasifik yang belum meratifikasinya," katanya.
Tags:

Berita Terkait