Kalut Hadapi Masalah, Bupati Minta Uang
Berita

Kalut Hadapi Masalah, Bupati Minta Uang

Sejak awal saksi sadar ada konsekuensi proyek setelah pemberian uang.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk. Foto: RES
Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk. Foto: RES
Menghadapi beberapa masalah hukum sekaligus membuat Bupati Biak Numfor, Yesaya Sombuk, kalut. Salah satunya kekurangan biaya untuk mengangkut saksi-saksi perselisihan hasil pilkada Biak Numfor ke Mahkamah Konstitusi.

Di tengah kekalutan itu Yesaya dipertemukan dengan Direktur PT Papua Indah Perkasa, Teddy Renyut. Yesaya meminta –apa yang ia sebut sebagai—bantuan uang dari Teddy. Pada 13 Juni 2014 Teddy memberikan 63 ribu dolar Singapura (sekitar 600 juta rupiah) guna memenuhi permintaan langsung Yesaya. Kemudian atas permintaan Yesaya melalui perantara Yunus Sadlembolo, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Numfor,  Teddy memberikan tambahan Rp350 juta pada 16 Juni 2014. Beberapa saat kemudian Teddy dan Yesaya ditangkap petugas KPK.

Memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara terdakwa Teddy Renyut di Pengadilan Tipikor, Senin (15/9), Yesaya mengatakan kalut menghadapi masalah pemeriksaan dugaan korupsi dana rehabilitasi kelas rusak dan pengadaan mebelair di Kejaksaan Tinggi Papua, dan biaya mengurus pilkada hingga proses persidangannya di Mahkamah Konstitusi. “Saya kalut,” ujarnya.

Teddy didakwa memberikan suap kepada Yesaya untuk mendapatkan proyek pembangunan tanggul laut (talut) di Biak Numfor yang rencananya dibiayai dari APBN-Perubahan 2014. Alih-alih mendapat proyek, Teddy dan Yesaya malah terseret di pusaran korupsi. Penuntut umum Haeruddin menyebut uang yang diberikan Teddy ditujukan untuk mendapatkan proyek talut.

Di persidangan, saksi Yesaya mengatakan tak pernah secara langsung membicarakan proyek talut dengan Teddy. Tetapi ia sadar ‘bantuan, uang yang diberikan pasti membutuhkan kompensasi. “Saya sadar akan konsekuensi bantuan itu Pasti ada yang dimaui,” terang Yesaya. Saat diminta tanggapan oleh hakim, Teddy tak mengiyakan atau berkeberatan dengan keterangan saksi.

Pejabat Kementerian PDT
Kasus suap ini juga telah menyeret sejumlah pejabat di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Dalam persidangan, jaksa berkali-kali berusaha menggali peran Sabilillah Ardi, staf khusus Menteri PDT Helmy Faisal Zaini. Nama Ardi ditengarai terkait perubahan anggaran talut di Biak Numpor dari rencana awal 12 miliar menjadi 19 miliar.

Para pejabat yang dimintai keterangan sebagai saksi, Senin (15/9), antara lain Suprayoga Hadi (Deputi I), Lili Romli (Deputi V), Nurdin (Sekretaris Menteri), dan Simon (Asisten Deputi Bidang Rawan Bencana dan Konflik). Dari keterangan para saksi ini terungkap bahwa Teddy sudah dikenal sejumlah pejabat di Kementerian PDT sebelum kasus ini terungkap. Para saksi juga membenarkan Yunus Sadlembolo dan Teddy pernah datang ke Kementerian PDT menanyakan proyek talut.

Suprayoga mengaku beberapa kali bertemu dengan Teddy. Nurdin juga membenarkan Yesaya pernah datang ke kantornya hendak menemui Menteri. Tapi Menteri tidak ada di tempat. Terungkap di persidangan Yunus pernah sama-sama kuliah pascasarjana di UGM dengan saksi Lili Romli. “Ia (Yunus—red) pernah datang sebagai teman,” jelas Romli.
Tags:

Berita Terkait