Pemerintah Jawab Pengujian Aturan Tarif Menara
Berita

Pemerintah Jawab Pengujian Aturan Tarif Menara

Pengenaan pajak justru untuk melindungi masyarakat dari beban pembangunan menara telekomunikasi.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Pemerintah memberikan jawaban atas permohonan pengujian UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Pemerintah berpandangan pemerintah daerah memang berwenang menetapkan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi paling tinggi 2 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal ini ditujukan untuk melindungi masyarakat dari beban yang berlebihan akibat dari pembangunan menara telekomunikasi.

Pemerintah tidak setuju jika Penjelasan Pasal 124 UU PDRD dihapus. Kalau dihapus, tidak ada lagi batasan pemerintah daerah menetapkan tarif. “Ini justru berdampak menimbulkan kesewenang-wenangan yang merugikan masyarakat,” ujar Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh saat memberikan keterangan pemerintah dalam pengujian UU PDRD di ruang sidang MK, Senin (15/9).

Penjelasan Pasal 124 UU PDRD menyebutkan, “Mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pelayanan dan pengendalian sulit ditentukan serta untuk kemudian penghitungan tarif retribusi ditetapkan paling tinggi 2 % dari nilai jual objek pajak yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak bumi dan bangunan menara telekomunikasi, yang besarnya retribusi dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi tersebut.”    

Menurut pemerintah prinsipnya pelayanan pemerintah daerah kepada wajib retribusi pengendalian menara telekomunikasi adalah pengawasan dan pengendalian. Namun, praktiknya penghitungan biaya yang dibutuhkan untuk pengawasan dan pengendalian suli ditentukan. Karenanya, demi kepastian hukum dan mempermudah penghitungan ditetapkan tarif maksimal 2 persen itu.

“Makanya, permasalahan penetapan tarif paling tinggi dua persen dari NJOP PBB menara telekomunikasi bukan persoalan konstitusional Pasal 124 UU PDRD, tetapi terkait implementasi norma yang dituangkan dalam perda masing-masing,” ujarnya.

Meski begitu, dia menjelaskan penetapan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi harus sejalan dengan prinsip dan sasaran penetapan  tarif yang diatur Pasal 152 UU PDRD yang didasarkan pada kebijakan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

“Tarif retribusi ditetapkan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah,” jelas Boedi di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh ketua MK Hamdan Zoelva.

Dia menilai pemohon keliru memahami Penjelasan Pasal 124 UU PDRD. Justru, ketentuan itu memperjelas adanya prinsip kepastian hukum. Karenanya, tidak ada alasan meragukan konstitusionalitas Penjelasan Pasal 124 UU PDRD itu. “Pasal itu terbukti tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28F UUD 1945.”     

Sebelumnya, PT Kame Komunikasi Indonesia, melalui kuasa hukumnya, merasa dirugikan dengan berlakunya Penjelasan Pasal 124 UU PDRD lantaran praktiknya pemerintah daerah langsung menetapkan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi sebesar 2 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP). Penetapan tarif itu tidak lagi didasarkan pada biaya-biaya pengawasan dan pengendalian.

Pemohon mencontohkan jika rata-rata NJOP menara itu sebesar satu  miliar rupiah, maka retribusi menara telekomunikasi sebesar Rp20 juta. Sedangkan jika tidak menggunakan formula patokan NJOP biaya retribusi ril hanya sekitar 2 juta. Karenanya, pemohon minta Penjelasan Pasal 24 itu diubah menjadi “…Penetapan tarif retribusi didasarkan pada biaya pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi. Kebutuhan biaya pengawasan dan pengendalian dapat dijabarkan dalam formula penghitungan tertentu.”
Tags:

Berita Terkait