Pengesahan Tatib DPR Diwarnai Walkout
Berita

Pengesahan Tatib DPR Diwarnai Walkout

Permintaan penundaan disebabkan masih berjalannya sidang uji materi UU MD3 di Mahkamah Konstitusi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Sidang paripurna DPR. Foto: RES
Sidang paripurna DPR. Foto: RES
Pengesahan Rancangan Peraturan DPR tentang Tata Tertib diwarna aksi walkout. Kelompok yang menolak Tatib tersebut beralasan UU MD3 uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sebagian kalangan, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Rancangan Tatib mengacu pada UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Ketua Pansus Rancangan Peraturan DPR tentang Tata Tertib, Benny K Harman, mengatakan dalam pembahasan rancangan Tatib telah diundang pimpinan dewan, fraksi, alat kelengkapan dan sekjen DPR. Selain itu, juga diundang berbagai kalangan yanng peduli dengan DPR.

Menurutnya, komitmen Pansus menjaga ruh dan semangat dalam menegakan substansi Tatib seiring dengan UU MD3. Mekanisme check and balance mesti berjalan sesuai dengan kapasitas dan integritas anggota dewan terpilih.

Tatib, kata Benny, mengatur beberapa hal. Pertama, pimpinan dewan. Pansus berpandangan sebagai alat kelengkapan, pimpinan dewan amatlah memiliki posisi strategis. Oleh karena itu, merujuk UU MD3, maka sistem pemilihan ketua dewan mesti mencerminkan kehendak anggota dewan.

“Oleh karena itu sesuai UU MD3, pimpinan dewan dipilih melalui sistem paket untuk lima tahun. Kemudian penggantian pimpinan dewan harus sesuai dengan keputusan dewan,” ujarnya.

Kedua, terkait dengan tugas komisi. Pansus berpandangan, komisi merupakan ujung tombak dalam melakukan pengawasan dan sebagai representasi dewan. Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi legislasi harus menjadi rumusan komisi. Tatib juga mengatur tugas dan kewenangan komisi menjadi lebih jelas. Menurut Benny, legislasi mesti menjadi urusan komisi.

“Oleh karena itu kewenangan Baleg mesti direvisi agar tidak terjadi tumpang tindih. Selama ini anggota banyak yang meninggalkan komisi ke tugas lain yang menjanjikan,” ujarnya.

Anggota Komisi III itu mengatakan, peran komisi mesti diperkuat sebagai alat kelengkapan. Selain itu, tugas Banggar melekat pada komisi. Ia mengatakan, dalam memutuskan potensi belanja mitra komisi, sinkronisasi anggaran lembaga dan mitra kerja menjadi kewenangan komisi.

“Jadi kalau BAKN dihapuskan supaya komisi diberdayakan. Dengan adanya BAKN komisi tidak mau tahu kerja minta kerja komisi,” katanya.

Ketiga, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurut Benny, peran  MKD mesti diperkuat dalam menjaga integritas anggota dewan dalam melaksanakan fungsi dan kewenangannya. MKD ditujukan menjaga anggota dewan dari perlakuan objek kesewenang-wenangan berdasarkan dari laporan yang tidak jelas. Namun di sisi lain, MKD tak dalam posisi melindungi anggota dewan yang melanggar etik dan perundangan.

“MKD mesti menjaga marwah institusi,” imbuhnya.

Keempat, Tatib mengatur adanya pembentukan Badan Keahilian. Menurutnya, keberadaan Badan Keahlian dalam rangka penguatan kelembagaan dewan. Misalnya, memenuhi kebutuhan informasi dan data yang berkualitas bagi anggota dewan dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, anggaran dan representasi dari dewan.

“Badan Keahlian dibentuk 6 bulan setelah disahkannya Tatib ini,” ujarnya.

Mendengar penjelasan ketua Pansus, interupsi bermunculan. Honing Sanny, misalnya. Anggota Komisi IV dari Fraksi PDIP itu menyoroti pemilihan pimpinan DPR. Menurutnya, pengesahan Rancangan Tatib mesti ditunda. Soalnya, PDIP sedang mengajukan uji materi terkait dengan pasal pemilihan pimpinan DPR. Menurutnya, jika dikabulkan permohonan uji materi akan berdampak kembali pada perubahan Tatib.

“Kalau boleh ditunda dulu, tidak diputuskan sekarang, karena sidang masih berlanjut di MK,” ujarnya.

Ketua Baleg Ignatius Mulyono menambahkan, perubahan Tatib sangat berdampak pada kewenangan alat kelengkapan yang dipimpinnya. Maka dari itu, ia meminta pengesahan Tatib ditunda dengan catatan diberikan kesempatan mempelajari pembahasan RUU sebelumnya.
“Berikan kami waktu dulu untuk mempelajarinya. Ditunda dulu masih ada waktu lain,” ujarnya.

Menengahi berbagai interupsi dari anggota dewan, pimpinan rapat paripurna Priyo Budi Santoso meminta dilakukan lobi pimpinan fraksi yang kemudian disepakati untuk pengambilan keputusan, namun dengan berbagai catatan.

“Atas usulan bersama dalam rapat lobi,  untuk kita lanjutkan dengan pengambilan keputusan dengan catatan, PDIP, PKB dan Hanura  akan menyampaikan catatannya,” ujarnya.

Meski telah memberikan berbagai catatan, Fraksi PDIP melakukan walkout sebelum pengambilan keputusan. Padahal, sebelumnya PDIP berjanji tetap dalam ruangan paripurna. Pada akhirnya, palu sidang diketuk Priyo tanda persetujuan terhadap pengesahan Tatib tersebut.

“Apakah laporan Pansus dengan berbagai catatan bisa kita setujui?,” kata Priyo. Serentak anggota dewan dengan berlatar belakang enam fraksi yakni Demokrat, Golkar, PPP, PAN, PKS, dan Gerindra menyatakan persetujuan terhadap Tatib tersebut.
Tags:

Berita Terkait