Lima Masalah Anggaran Infrastruktur Jakarta
Berita

Lima Masalah Anggaran Infrastruktur Jakarta

Perlu dibentuk tim independen untuk mengawasi penggunaan anggaran infrastruktur.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Lima Masalah Anggaran Infrastruktur Jakarta
Hukumonline
Anggaran infrastruktur rawan dikorupsi. Meski celah untuk melakukan kongkalikong terus ditutup, korupsi masih jamak terjadi. Di DKI Jakarta, misalnya, dana infrastruktur yang besar bisa memancing pelaku menjalankan praktek tercela.  APBD DKI Jakarta justru mengalami kenaikan: dari Rp31,7 triliun pada 2011 naik menjadi Rp64,7 triliun pada 2014.

Anggaran infrastruktur 2014 naik 100 persen dibanding tahun sebelumnya. Urusan pekerjaan umum naik sebesar Rp11,5 triliun, dan anggaran perhubungan naik dari Rp3 triliun pada 2013 menjadi Rp6 triliun di tahun 2014. Kenaikan anggaran pada pemerintahan era Jokowi-Ahok ini dialokasikan pada belanja langsung, terkait dengan urusan pekerjaan umum, perhubungan dan perumahan, yang merupakan program unggulan.

Namun, dalam pengelolaan anggaran infrastruktur masih banyak ditemukan berbagai persoalan. “Tidak hanya soal korupsi saja. Setidaknya ada lima persoalan dalam pengelolaan anggaran infrastruktur di Jakarta,” kata peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Darwanto di Jakarta, Rabu (17/9).

Pertama, perencanaan yang tidak efektif. Perencanaan anggaran tahun 2014 tak efektif karena penetapan APBD DKI Jakarta terlambat. Padahal, persoalan perencanaan anggaran haruslah tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember 2013 sebagaimana datur dalam Pasal 116 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011.

Kedua, realisasi anggaran yang belum maksimal. Pelaksanaan anggaran yang terlambat dipastikan akan berimplikasi terhadap realisasi anggaran. Darmawanto mencontohkan pada tahun 2013, belanja untuk sektor infrastruktur pada urusan pertamanan, lingkungan hidu, perumahan rakyat, perhubungan dan pekerjaan umum hanya dapat direalisasikan 56.71 persen hingga 85 persen. “Ini membuktikan kinerja pada sektor ini perlu dilakukan pembenahan yang serius,” jelas Darwanto.

Ketiga, dokumen anggaran yang masih susah diakses. Berdasarkan kajian IBC terhadap layanan informasi anggaran yang tersedia di beberapa instansi baik offline maupun online, dari 14 instansi, hanya ditemukan dua beberapa instansi yang memasang informasi anggaran secara offline. Sementara untuk online, informasi anggaran berbasis internet menunjukkan tidak semua informasi update, tidak semua informasi dapat diunduh.

Keempat, minimnya pelibatan publik. Permendagri No. 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD menegaskan penyusunan anggaran harus transparan untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD, partisipatif, dengan melibatkan masyarakat, memperhatikan asas keadilan dan kepatutan dan tidak bertentangan dengan kepentingann umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan lainnya. Namun kenyataannya, masyarakat belum banyak dilibatkan dalam perencanaan anggaran.

Kelima, rawan korupsi dan akuntabilitas. Dalam dua tahun terakhir, Jakarta dilanda serangan korupsi pada Dinas Perhubungan dan DInas Pekerjaan Umum. Tahun 2013, adanya dugaann korupsi pengadaan armada busway tahun anggaran 2013 senilai Rp1,5 triliun di Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Atas permasalahan tersebut, ICB merekomendasikan agar Pemrov DKI untuk melakukan perencanaan anggaran khususnya infrastruktur dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan memberikan akses seluas-luasnya. “Agar tak terjadi korupsi, perlu ada pengawasan yang ketat oleh Pemrov DKI Jakarta dengan melibatkan partisipasi publik,” tutur Darwanto.

Selain itu, juga memberikan sanksi yang tegas kepada aparat Pemrov DKI yang menyusun perencanaan anggaran dan pelaksanaan anggaran yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan anggaran serta menindak tegas kepada jajaran Pemrov DKI Jakarta yang tidak mematuhi Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 48 Tahun 2013 tentang Layanan Publik.

Data and Knowledge OfficerForum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Ahmad Taufik menilai perlu adanya lembaga independen yang mengawasi semua proyek pemerintah. Tujuannya untuk mengawasi anggaran infrastruktur. “Saya kira perlu adanya satu tim independen yang tugasnya untuk menhawasi anggaran infrastruktur. Jadi nanti tim ini yang akan melaporkan,” pungkas Taufik.
Tags: