ASHTN Minta DPR Ubah Mekanisme Pemilihan Anggota BPK
Utama

ASHTN Minta DPR Ubah Mekanisme Pemilihan Anggota BPK

Dapat mengadopsi mekanisme pemilihan calon hakim Mahkamah Konstitusi di Komisi III atau merevisi UU BPK.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Pemungutan suara calon anggota BPK di Komisi XI DPR. Foto: RES
Pemungutan suara calon anggota BPK di Komisi XI DPR. Foto: RES
Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN) mendesak DPR melakukan perubahan mekanisme pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Soalnya, pemilihan anggota BPK yang dilakukan Komisi XI beberapa waktu lalu, diduga meloloskan kandidat yang tidak memenuhi persyaratan administrasi. Hal itu menjadi catatan buruk bagi parlemen di penghujung periode 2009-2014.

Presidium ASHTN Indonesia, Mei Susanto, mengatakan dugaan maladministrasi dalam rekrutmen calon anggota BPK menujukan betapa lemahnya mekanisme pemilihan anggota BPK di DPR. Itu sebabnya, diperlukan upaya serius dalam rangka perbaikan mekanisme pemilihan pejabat publik, tidak saja anggota BPK. “Harus dilakukan upaya serius untuk mengubah mekanisme pemilihan anggota BPK di DPR,” ujarnya di Jakarta,  Senin (22/9).

Mei mengusulkan beberapa langkah. Pertama, melakukan perubahan melalui jangka pendek. Ia berpandangan mekanisme pemilihan hakim Mahkamah Konstitusi melalui Komisi III dapat diadopsi oleh Komisi XI dalam melakukan rekrutmen calon anggota BPK.

Ia berpandangan, Komisi XI dapat membentuk tim pakar dalam melakukan uji kompetensi dan kelayakan terhadap para calon. “Lalu, nama-nama yang telah dipilih oleh tim pakar dipilih oleh Komisi XI. Cara ini jauh lebih akuntabel dan transparan,” ujar peraih gelar magister hukum Universitas Indonesia itu.

Sedangkan jangka panjang, upaya melakukan revisi terhadap UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK menjadi langkah mendesak yang perlu segera dilakukan DPR. Menurutnya, mekanisme pemilihan anggota yang mensyaratkan akuntabilitas dan transparan harus tertuang dalam revisi UU BPK.

Ia berpendapat, DPR sebagai pengguna hasil audit yang dilakukan BPK mesti mendorong lembaga audit yang transparan. Selain itu, Mei meminta Badan Kehormatan melakukan klarifikasi terhadap pimpinan Komisi XI terkait dugaan terjadinya maladminsitrasi dalam pemilihan  calon anggota BPK.

“DPR sebagai pengguna hasil audit BPK harus firm mendorong terbentuknya lembaga audit yang transparan, berwibawa dan kredibel,” katanya.

Anggota Komisi XI Zaini Rahman menilai calon anggota BPK terpilih Eddy Mulyadi Soepardi tidak sah menurut hukum. Menurutnya, posisi Eddy yang masih menjabat sebagai Deputi Bidang Ivestigasi jelas melanggar Pasal 13 huruf (j) UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK. Pasal 13 huruf (j) menyebutkan, ”Paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara”.

Berdasarkan pasal itulah Zaini menilai Eddy tidak memenuhi persyaratan. Pasalnya, Eddy masih aktif menjabat pejabat lembaga negara di BPK. “Hingga saat ini, Eddy Mulyadi masih aktif tercatat sebagai Deputi Bidang Investigasi BPKP. Jelas dan terang, Eddy Mulyadi Soepardi tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota BPK,” katanya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu berpandangan, terpilihnya Eddy dalam uji kelayakan dan kepatutan beberapa waktu lalu dinilai batal demi hukum. Makanya ia meminta agar tidak disahkan dalam sidang paripurna yang dijadwalkan pada Selasa (23/9).

Lantas, mekanisme penggantiannya merujuk pada perolehan suara calon terbesar setelah Eddy. Ia mengatakan calon tersebut adalah Nur Yasin yang dalam putaran pertama memperoleh suara imbang dengan Eddy yakni 23 suara. Menurutnya peristiwa tersebut menjadi pelajaran bagi Komisi XI selanjutnya.

“Yang terjadi saat ini sebagai bentuk kelalaian dari Komisi XI DPR yang kurang teliti terhadap calon anggota BPK RI. Situasi ini harus menjadi pelajaran ke depan bagi Komisi XI DPR untuk lebih teliti dan selektif dalam menjaring calon anggota BPK,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Komisi XI DPR telah meloloskan salah satu calon anggota BPK RI yang diduga tidak memenuhi syarat administrasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 huruf (j) UU No 15 Tahun 2006 yang menyebutkan calon anggota BPK paling singkat dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan kuasa pengguna anggaran.

Salah satu kandidat yang lolos saat ini masih tercatat sebagai salah satu pejabat di lingkungan lembaga negara kuasa pengguna anggaran.
Tags:

Berita Terkait