Surat Sakit Bukan Alasan Dakwaan N.O
Berita

Surat Sakit Bukan Alasan Dakwaan N.O

Majelis hakim agung: itu tak dapat dibenarkan.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES
Selama ini surat sakit sering dijadikan alasan untuk menghindari proses hukum. Berbekal selembar surat yang diteken dokter, tersangka atau terdakwa berusaha menjauhkan dirinya dari jangkauan aparat penegak hukum. Di sidang-sidang korupsi, khususnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, hakim biasanya menghadirkan langsung dokter dan dokter pembanding untuk memperjelas sakit tidaknya terdakwa. Jika ada kepura-puraan dalam sakit, biasanya hakim memerintahkan agar terdakwa dihadirkan secara paksa ke persidangan.

Berkaitan dengan surat sakit itu, majelis hakim agung dipimpin Timur P. Manurung membuat putusan penting pada Mei lalu. Bersama hakim lain Leopold L Hutagalung dan Sophian Marthabaya, Timur menegaskan surat sakit dari dokter tidak dapat dijadikan alasan oleh hakim untuk menyatakan surat dakwaan jaksa tidak dapat diterima alias N.O (niet ontvankelijke verklaard).

“Tidak dapat dibenarkan untuk menyatakan penuntutan penuntut umum tidak dapat diterima oleh karena terdakwa masih dalam proses penyembuhan”, urai majelis dalam putusan kasasi No. 1501/Pid.Sus/2012

Majelis menambahkan terdakwa harus tetap menjalani persidangan apabila telah dapat hadir di persidangan. Seharusnya judex facti hanya menunda jika terdakwa belum dapat dihadirkan di persidangan. Dalam amar putusan kasasi, majelis memerintahkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kota Agung melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa.

Terdakwa dalam kasus ini adalah M. Yuslina, seorang mantan Bendahara Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus Lampung. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi saat menjadi bendahara pengeluaran. Dalam persidangan, penuntut umum tak bisa mengajukan tuntutan karena terdakwa sakit. Namun majelis hakim PN Kota Agung memutuskan menyatakan penuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, dan memerintahkan kepada panitera pengadilan untuk mengembalikan berkas perkara terdakwa kepada penuntut umum.

Pengadilan Tinggi Lampung menguatkan putusan tingkat pertama. Jaksa mengajukan kasasi. Argumentasinya antara lain mengenai cara mengadili dan memutus perkara yang tidak sesuai KUHAP. Misalnya, putusan majelis tak menyebut jumlah biaya perkara.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, ini bukan kasus pertama terdakwa korupsi sakit sehingga tak bisa diadili. Mantan Bupati Lombok Barat, H. Iskandar, pernah diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun karena terdakwa mengalami demensia, dibuktikan dengan keterangan dokter, majelis hakim akhirnya menetapkan agar pemeriksaan terhadap terdakwa dihentikan. Berkas dikembalikan kepada penuntut umum.
Tags:

Berita Terkait