Perbankan Berperan Mengantisipasi Gejolak Ekonomi Global
Berita

Perbankan Berperan Mengantisipasi Gejolak Ekonomi Global

Caranya dengan melaksanakan bisnis secara prudent.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Menkeu Chatib Basri. Foto: RES
Menkeu Chatib Basri. Foto: RES
Gejolak ekonomi global yang diperkirakan masih menghantui dalam beberapa tahun mendatang, harus segera diantisipasi. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, salah satu antisipasi bisa dilakukan oleh industri perbankan, dengan melaksanakan bisnisnya secara prudent atau hati-hati.

"Beberapa tahun ke depan akan menjadi tahun yang tidak mudah, prudensialitas sektor perbankan akan sangat krusial," kata Chatib dalam seminar internasional LPS di Jakarta, Selasa (23/9).

Salah satu gejolak ekonomi global tersebut terlihat dari normalisasi kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), yakni The Fed yang akan mulai dilakukan pada tahun ini. Sebagai negara berkembang, Indonesia menjadi salah satu negara yang rentan terhadap perubahan kebijakan The Fed tersebut.

Menurutnya, kebijakan The Fed tersebut berpotensi menimbulkan arus modal keluar (capital outflow) di pasar keuangan Indonesia. Atas dasar itu, sektor perbankan yang memiliki kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi, perlu prudent dalam menjalankan bisnisnya. Bukan hanya itu, kebijakan yang dibuat Bank Indonesia (BI) juga berperan besar mengantisipasi gejolak ekonomi global ini.

"BI rate saat ini 7,5 persen, tapi kita lihat bank-bank besar ada yang suku bunga deposito nya mencapai 11 persen," tutur Chatib.

Seiring dengan itu, lanjut Chatib, penguatan indikator ekonomi makro merupakan langkah yang harus ditempuh pemerintah dan BI. Terlebih lagi, kebijakan The Fed tersebut memicu terjadinya kenaikan suku bunga. Ia yakin, dengan kondisi makroekonomi yang kuat, maka Indonesia akan lebih mudah dalam menghadapi perubahan kebijakan The Fed.

"Kemarin malam, kami (pemerintah dan BI) sudah melakukan rapat dengan Parlemen yang menetapkan defisit fiskal sementara menjadi 2,2 persen. Ini juga merupakan upaya untuk antisipasi menghadapi global, terutama rencana The Fed," kata Chatib.

Sektor Produktif
Selain itu, lanjut Chatib, kenaikan harga subsidi BBM bisa segera dapat dilakukan. Menurutnya, kebijakan kenaikan harga subsidi BBM bukan ditujukan untuk mengurangi defisit anggaran semata, melainkan alokasi subsidi untuk BBM selama ini dinilai kurang tepat. "Seharusnya (alokasi subsidi BBM) dapat digunakan untuk sektor-sektor produktif," katanya.

Ekonom Universitas Indonesia Lana Soelistyaningsih mengatakan, rencana The Fed tersebut akan mempengaruhi indek harga saham gabungan (IHSG). Namun, lantaran pemerintah dan regulator lainnya sudah mengantisipasi kebijakan The Fed tersebut, maka IHSG tak akan terkoreksi terlalu dalam. "Ada level-level yang belum bisa ditempuh secara psikologis," katanya.

Ia menilai, kebijakan pemerintahan baru mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi harus segera diputuskan. Meski begitu, kenaikan harga subsidi BBM tersebut dapat menimbulkkan kekecewaan besar dari masyarakat. Atas dasar itu, Lana mengusulkan agar, usai menaikkan harga BBM, pemerintahan baru juga dapat merealokasikan anggaran subsidi ke sektor yang produktif.

Menurut Lana, kenaikan harga subsidi BBM tersebut juga akan diikuti dengan naiknya angka inflasi di Indonesia. "Jokowi bisa merealokasi anggaran subsidi BBM jadi produktif, seperti pembiayaan infrastruktur. Dampak kebijakan itu, pasti ada kenaikan inflasi, itu tidak bisa terhindari," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait