Divonis 8 Tahun Penjara, Anas Minta Waktu Istikharah
Utama

Divonis 8 Tahun Penjara, Anas Minta Waktu Istikharah

Putusan Anas diwarnai dissenting opinion.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Anas Urbaningrum saat menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/9). Foto: RES.
Anas Urbaningrum saat menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/9). Foto: RES.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Haswandi menghukum Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan AS$5,261 juta.

“Apabila uang pengganti tidak dibayar satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama dua tahun,” kata Haswandi saat membacakan amar putusan, Rabu (24/9).

Atas putusan tersebut, Anas meminta waktu tujuh hari untuk istikharah (sholat meminta petunjuk), berkonsultasi, dan berbicara dengan keluarganya sebelum menentukan sikap. Meski Anas menghormati putusan majelis, ia merasa putusan itu tidak adil karena tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan yang lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan.

Anas mengaku sedih karena keadilan, kebenaran, dan fakta-fakta persidangan telah diremehkan. “Tetapi satu hal, apakah ini akan menghentikan ikhtiar saya? Jawabannya tidak. Saya akan terus berikhtiar untuk mencari dan menemukan keadilan. Saya yakin betul keadilan itu pada waktunya nanti akan menang” ujarnya.

Dalam putusannya, majelis menyatakan Anas terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu subsidair, Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berulang kali sebagaimana dakwaan kedua, Pasal 3 UU TPPU jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelum menjatuhkan putusan, majelis mempertimbangkan sejumlah hal memberatkan dan meringankan Anas. Salah satu hal yang memberatkan adalah Anas selaku anggota DPR, Ketua Fraksi, dan Ketua Umum Partai seharusnya memberikan teladan yang baik kepada masyarakat tentang pejabat yang bersih dari KKN.

Walau begitu, majelis tidak sependapat dengan tuntutan pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik. Haswandi berpendapat, dalam sebuah negara demokrasi, untuk mendapatkan jabatan publik tergantung kepada publik sendiri, apakah seseorang itu dinilai layak atau tidak untuk dipilih dalam jabatan publik.

Tags:

Berita Terkait