Halo…! Hamdan Akui Ditelepon SBY
RUU Pilkada:

Halo…! Hamdan Akui Ditelepon SBY

Tidak ada permintaan agar MK membatalkan UU Pilkada.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Hamdan Zoelva. Foto: RES
Ketua MK Hamdan Zoelva. Foto: RES
Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengakui ditelepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sehubungan dengan persetujuan bersama DPR dan Pemerintah atas RUU Pilkada. Dijelaskan Hamdan, Presiden SBY menelepon pada Minggu (28/9) sore, sekitar maghrib. “Presiden menghubungi saya,” kata Hamdan kepada di ruang kerjanya, Senin.

Hamdan mengungkapkan presiden merasa kecewa terhadap pengambilan keputusan di rapat paripurna DPR yang mengesahkan UU Pilkada yang mengatur pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

Atas kekecewaan tersebut, Hamdan menyampaikan proses persetujuan didahului oleh pendapat DPR melalui fraksi-fraksinya dan dilanjutkan sambutan dari pemerintah. “Saya memberi satu contoh saat pengesahan UU Kepulauan Riau yang pada saat itu Ibu Megawati tidak setuju dan prinsipnya tidak memberikan tanda tangan untuk mengesahkan UU itu. Tetapi, berdasarkan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 ditandatangani atau tidak UU itu oleh presiden, otomatis berlaku. Saya hanya menyampaikan itu,” kata Hamdan.

Hamdan menjelaskan asal usul lahirnya Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 karena zaman Presiden Soeharto ada UU yang sudah disepakati di rapat paripurna DPR, tetapi presiden tidak tanda tangan. Dia mencontohkan saat masa Presiden BJ Habibie dimana UU Penetapan Keadaan Bahaya tidak ditandatangani presiden, sehingga UU itu tidak berlaku.

“Nah karena ada kasus kenegaraan itulah, pada perubahan UUD 1945 dipertegas dalam Pasal 20 ayat (5) UUD 1945, jika RUU sudah diambil keputusan di paripurna baik ditandatangani atau tidak oleh presiden, UU itu tetap berlaku. Itulah makna Pasal 20 ayat (5) UUD 1945. Saya sampaikan hal ini karena saya waktu itu ikut menyusun perubahan UUD 1945,” kata Hamdan.

Saat ditanya, apakah Presiden SBY meminta MK membatalkan UU Pilkada, Hamdan mengaku tidak ada permintaan itu. “Tidak ada presiden meminta MK untuk membatalkan UU Pilkada,” bantahnya.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, sudah ada sejumlah permohonan pengujian UU Pilkada yang sudah terdaftar di MK. Misalnya, pertama, permohonan yang diajukan enam warga negara dan empat organisasi nonpemerintah. Permohonan kedua diajukan advokat senior OC Kaligis. Permohonan ketiga diajukan 13 warga negara.

Permohonan keempat diajukan 17 buruh harian dan lembaga Survei yang diwakili Kuasa Hukumnya Andi M Asrun. Permohonan kelima diajukan elemen masyarakat Poso. Jumlah permohonan diperkirakan akan bertambah.
Tags:

Berita Terkait