MK Akomodasi Keterwakilan Perempuan
Pengujian UU MD3:

MK Akomodasi Keterwakilan Perempuan

Implikasi putusan ini, semua pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR mengutamakan keterwakilan perempuan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Titi Anggraini selaku Pemohon (kanan). Foto: Humas MK
Titi Anggraini selaku Pemohon (kanan). Foto: Humas MK
Mahkamah Konstitusi akhirnya mengabulkan sebagian uji materi sejumlah pasal UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) yang diajukan Koalisi untuk Advokasi Kepemimpinan Perempuan. Mahkamah menyatakan semua pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR harus mengutamakan keterwakilan perempuan.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan bernomor 82/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Senin (29/9) kemarin.

Koalisi perempuan keberatan lantaran UU MD3 revisi tidak mengakomodasi keterwakilan perempuan di semua alat kelengkapan DPR. Misalnya, ketentuan pimpinan komisi, pimpinan Badan Legislasi, pimpinan Badan Anggaran, pimpinan Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), pimpinan BURT, dan pimpinan panitia khusus. Seperti diatur dalam Pasal 97 ayat (2), Pasal 104 ayat 2, Pasal 109 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 121 ayat (2), Pasal 152 ayat (2) dan Pasal 158 ayat 2 UU MD3.

Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 97 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Pimpinan Komisi terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

Pasal 104 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat  sepanjang tidak dimaknai: ‘Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi’.

Pasal 109 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat  sepanjang tidak dimaknai ‘Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi’.

Pasal 115 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Pimpinan BKSAP terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

Pasal 121 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat  sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan MKD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak dua orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MKD dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

Pasal 152 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat  sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan BURT  terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

Pasal 158 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Panitia Khusus terdiri atas satu orang ketua dan paling banyak tiga orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dengan mengutamakan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

Dalam pertimbangan, MK menyatakan keterwakilan perempuan dalam menduduki posisi pimpinan alat kelengkapan DPR merupakan bentuk perlakuan khusus terhadap perempuan yang dijamin konstitusi yang harus diwujudkan secara konkrit dalam kebijakan hukum yang diambil oleh pembentuk Undang-Undang. 

“Penegasan atas perlakuan khusus ini tidak bisa hanya menjadi gagasan hukum semata. Dalam konteks negara hukum yang demokratis dan negara demokrasi yang berdasarkan hukum gagasan ini harus menjadi kebijakan hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif untuk memberikan jaminan kepastian hukum sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945,” kata Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangannya.

Menurut Mahkamah, penghapusan politik hukum pengarusutamaan jender dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil bagi kaum perempuan karena perubahan ketentuan yang demikian dapat membuyarkan seluruh kebijakan affirmatif yang telah dilakukan pada kelembagaan politik lainnya. 

“Politik afirmatif perempuan telah diakomodasi sebagai norma hukum, sedangkan UU No. 17 Tahun 2004 hal itu dihapus, sehingga menurut Mahkamah kebijakan yang demikian adalah kebijakan yang melanggar prinsip kepastian hukum yang adil yang dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” katanya.

Usai sidang, kuasa hukum pemohon, Veri Junaidi menyambut baik dikabulkan pengujian UU ini. Implikasi dari putusan ini, kata Junaidi, pengaturan semua pimpinan alat kelengkapan DPR mengutamakan keterwakilan perempuan. “Kami sangat bersyukur hari ini, MK mengabulkan pengujian UU MD3 mengenai keterwakilan perempuan,” kata Junaidi di Gedung MK.

Putusan ini membuktikan keputusan kepentingan politik dalam proses legislasi terkait kepentingan publik tidak akan menguntungkan DPR sendiri.
Tags:

Berita Terkait