Cegah Konflik Karena Perizinan Tambang dan Hutan
Berita

Cegah Konflik Karena Perizinan Tambang dan Hutan

Perlu ada mekanisme untuk mencegah konflik.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Koordinator Kontras Haris Azhar (tengah). Foto: RES.
Koordinator Kontras Haris Azhar (tengah). Foto: RES.
Presiden terpilih Joko Widodo berkali-kali menyampaikan keinginan untuk memperkuat pengelolaan sumber daya alam, seperti hutan dan tambang. Penyimpangan yang selama ini terjadi, terutama dalam pemberian izin, akan dibenahi. Sebab, pemberian izin yang serampangan seringkali menimbulkan dampak sosial.

Penangkapan Gubernur Riau Annas Maamun dan Bupati Bogor Rahmat Yasin oleh KPK menunjukkan izin sering dikeluarkan karena uang suap. Perizinan menjadi alat untuk pejabat daerah untuk mengeruk keuntungan pribadi. Selain suap, konflik sosial yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan sangat merisaukan. Mabes Polri juga mengakui konflik berbasis agraria masih tinggi.

Dalam konteks itulah, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) merekomendasikan pentingnya membuat mekanisme yang jelas dan tegas agar konflik agraria, terutama karena masalah izin, bisa dicegah. Koordinator KontraS, Harris Azhar, menyampaikan gagasan itu saat evaluasi insiden Pelabuhan Sape Nusa Tenggara Barat, di Jakarta, Selasa (30/9).

Direktur Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad, menyampaikan harapan senada kepada pemerintahan Jokowi-JK. Menurut dia, pemerintahan baru perlu memperhatikan kasus-kasus konflik agraria yang terjadi sebelumnya. Salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah kriminalisasi warga masyarakat yang menolak izin tambang atau izin hutan. Warga masyarakat, kata dia, perlu mendapat keadilan. Aparat penegak hukum juga tak selalu memihak perusahaan.

Manakala sudah mencium ada keresahan dan potensi konflik, aparat penegak hukum seharusnya mencari akar masalah, bukan langsung menyalahkan masyarakat. Polisi juga harusnya menyelidiki legalitas perizinan dan pemenuhan syarat-syaratnya. Faktanya, tak jarang izin yang diterbitkan meresahkan warga, bahkan berujung konflik berdarah.

Insiden Pelabuhan Sape, Nusa Tenggara Barat, Desember 2011 silam, bisa menjadi contoh. Anggota masyarakat yang mempertanyakan izin tambang justru ditangkap, dikriminalisasi, bahkan dalam insiden pengepungan pelabuhan ada korban tewas.

KontraS telah menyerahkan rekomendasi ke Komnas HAM terkait insiden yang dipicu penolakan warga atas izin tambang itu. Gara-gara penolakannya tak digubris, warga memblokir Pelabuhan Sape. Blokade warga berujung pada bentrokan dengan polisi. KontraS meminta Komnas HAM melakukan langkah pro-justisia.

Komisioner Komnas HAM, Nur Kholis, mengatakan rekomendasi KontraS perlu dicermati. Hingga kini belum ada keputusan apakah kasus Pelabuhan Sape akan ditindaklanjuti ke pro-justisia atau tidak. Komnas beberapa kali membahas kasus konflik agrarian, tetapi belum ada keputusan tentang insiden Pelabuhan Sape. Kalaupun Komnas HAM melakukan langkah lanjutan, tetap perlu dicermati tahap berikutnya. “Ini membutuhkan kecermatan dibutuhkan agar hasil penyelidikan Komnas HAM tidak terpatahkan ketika diteruskan ke Kejaksaan Agung,” tukasnya.
Tags:

Berita Terkait