Butuh Kebijakan Satu Peta untuk Penetapan Hutan Adat
Berita

Butuh Kebijakan Satu Peta untuk Penetapan Hutan Adat

Tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi yang mengakomodasi hutan adat.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Butuh Kebijakan Satu Peta untuk Penetapan Hutan Adat
Hukumonline
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 yang mengeluarkan  hutan adat dari hutan negara adalah angin segar bagi masyarakat hukum adat. Sebab putusan itu mengakomodasi hak masyarakat adat atas hutan adat. Selama ini, hutan adat dianggap sebagai bagian dari hutan negara.

Dua tahun setelah putusan itu, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Misalnya mengenai peta hutan adat. Meskipun ada upaya ke arah itu, hingga kini belum ada kebijakan resmi negara yang menghasilkan peta terintegrasi.

Koordinator Perkumpulan HuMa Indonesia, Nurul Firmansyah, untuk menetapkan wilayah adat itu dibutuhkan berbagai instrumen. Diantaranya regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah serta adanya kebijakan satu peta (one map policy).

Nurul menjelaskan penetapan wilayah masyarakat hukum adat di sebuah wilayah bisa dilakukan dengan menerbitkan peraturan daerah atau SK Bupati. Dari riset yang dilakukan HuMa terhadap 13 wilayah adat di Indonesia disimpulkan masyarakat hukum adat dan pemerintah di daerah siap mengimplementasikan putusan MK itu.

Sebaliknya, HuMA tak melihat kesiapan Pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Yang terjadi justru saling lempar masalah. Pusat melempar persoalan ke daerah. Padahal, seharusnya pusat ikut mendampingi agar putusan MK itu implementatif.

Hambatan lain yang ditemui HuMA dalam penetapan wilayah masyarakat hukum adat menurut Nurul juga menyangkut soal peta wilayah adat yang di dalamnya ada hutan adat. Pasalnya, pemerintah belum menentukan peta yang akan digunakan sebagai rujukan bersama dalam menetapkan wilayah masyarakat hukum adat. “Sampai sekarang belum ada standar baku peta mana yang akan dijadikan rujukan bersama,” kata Nurul dalam jumpa pers yang diselenggarakan HuMa di Jakarta, Rabu (1/10).

Mengingat Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Jokowi-JK, mendorong kebijakan satu peta, maka Nurul menilai hal itu penting untuk diujudkan. Sebab, peta itu memudahkan proses penetapan wilayah masyarakat hukum adat dan berguna dalam merancang pengelolaan SDA kedepan.

Ketua Badan Pengurus Perkumpulan HuMa, Chalid Muhammad, mengingatkan salah satu janji Jokowi-JK adalah mengimplementasikan putusan MK No. 35/PUU-X/2012. Karena itu,  tidak ada alasan bagi pemerintah baru menolak penetapan wilayah hutan masyarakat hukum adat.

Meski begitu, Chalid mengakui  akan ada hambatan yang bakal dihadapi dalam proses penetapan wilayah adat. Misalnya, batas wilayah masyarakat hukum adat. Karena itu, kata Chalid, perlu dilakukan integrasi peta wilayah masyarakat hukum adat dalam kebijakan satu peta. Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bisa mengkoordinasi pembuatan satu peta kebijakan itu. Kuncinya? “BIG harus diberi kewenangan lebih besar daripada sekarang,” kata Chalid.
Tags:

Berita Terkait