Hadapi MEA, OJK Godok Aturan Cross Border Offering
Berita

Hadapi MEA, OJK Godok Aturan Cross Border Offering

Agar emiten bisa melakukan pencatatan saham perdana di pasar saham luar negeri.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Gedung OJK. Foto: RES
Gedung OJK. Foto: RES
Menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015, segala macam persiapan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator. Salah satunya, menyiapkan aturan sebagai pondasi agar pasar modal dalam negeri bisa bersaing dengan negara lain. Aturan tersebut dikemas dengan sebutan cross border offering.

"Ada aturan yang sekarang digodok termasuk perusahaan bisa investasi ke luar negeri," kata Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Fakhri Hilmi di Jakarta, Kamis (2/10).

Cross border offering adalah penawaran umum yang dilakukan satu emiten secara bersamaan di dua negara atau lebih. Menurut Fakhri, aturan ini bertujuan agar emiten bisa melakukan pencatatan saham perdana di pasar saham luar negeri. Ia berharap aturan ini segera rampung. Menurutnya, daalm pembuatan aturan ini OJK akan melibatkan pelaku usaha.

Sejalan dengan itu, lanjut Fakhri, kesiapan pasar modal dalam negeri perlu ditingkatkan. Mulai dari good corporate governance, kesiapan teknis, sumber daya manusia hingga infrastruktur. Kesiapan-kesiapan itu bertujuan agar jumlah investor di dalam negeri terus bertambah.

Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) berharap menjelang MEA, OJK, pemerintah dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mampu menciptakan harmonisasi kebijakan. Baik mengenai infrastruktur, regulasi maupun sertifikasi yang setara dengan aturan di lingkup Asia Tenggara.

Dalam menghadapi MEA, Koordinator APEI Susy Meilina mengatakan, pihaknya akan lebih terkonsentrasi untuk menggarap pasar domestik dengan menyasar investor ritel. Menurutnya, jumlah penduduk Indonesia merupakan potensi besar dalam mengembangkan pasar modal Indonesia.

"Jumlah penduduk kita yang lebih 250 juta orang itu merupakan 40 persen penduduk Asean. Potensi pada jumlah penduduk kita yang besar ini jangan sampai diambil negara lain," kata Susy.

Saat ini, lanjut Susy, APEI tengah fokus untuk mengambil peran dalam meningkatkan jumlah investor ritel. Hal itu dikarenakan jumlah investor ritel Indonesia hanya 0,16 persen dari total jumlah penduduk yang mencapai 250 juta. Menurutnya, kondisi ini merupakan peluang baik bagi Indonesia dalam meningkatkan jumlah investor ritel.

"Kita ingin menjadi tuan di rumah kita sendiri, karena pasar kita yang bgitu luas," kata Susy.

Ia menyebutkan, sebanyak 117 broker domestik saat ini masih akan fokus menjaring investor ritel di dalam negeri. Hal itu dikarenakan pasar ritel di Indonesia yang masih besar. "Meskipun sekarang ini sudah sekitar 26 broker asing yang bermain di sini, tetapi dalam waktu dekat ini broker-broker kita belum berencana untuk ekspansi ke luar negeri," katanya.

Meski terdapat 26 broker asing di Indonesia, kata Susy, hal tersebut harus menjadi tantangan bagi perusahaan sekuritas lokal. Menurutnya, perusahaan sekuritas lokal harus lebih mengintensifkan pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia di dalam negeri, bukan malah sebaliknya. "Menjadi advantage buat kami, menurut saya, broker Indonesia punya peluang," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait