Tarif Menara Sesuai Prinsip Retribusi Daerah
Berita

Tarif Menara Sesuai Prinsip Retribusi Daerah

Penjelasan Pasal 124 UU PDRD dinilai tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Pengaturan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi yang ditetapkan dalam Penjelasan Pasal 124 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) dinilai telah memberikan kepastian, kemudahan, dan efisiensi serta tidak bertentangan dengan ketentuan umum bidang retribusi daerah.

“Jadi kami berpendapat rumusan Pasal 124 UU PDRD sudah baik dan tidak perlu diubah,” ujar mantan Direktur PDRD pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Budi Sitepu saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan pengujian UU PDRD di ruang sidang MK, Kamis (02/10).

Penjelasan Pasal 124 UU PDRD menyebutkan, “Mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pelayanan dan pengendalian sulit ditentukan serta untuk kemudian penghitungan tarif retribusi ditetapkan paling tinggi 2 % dari nilai jual objek pajak yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak bumi dan bangunan menara telekomunikasi, yang besarnya retribusi dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi tersebut.”

Dia menjelaskan adanya tarif maksimum terdapat kepastian mengenai jumlah retribusi menara telekomunikasi yang harus dibayar masyarakat. Meski begitu, pemerintah daerah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan tariff retribusi dengan formula yang sulit dimengerti masyarakat.

Menurutnya, penetapan tarif maksimum sebesar 2 persen dari NJOP untuk menghindari pengenaan retribusi daerah yang memberatkan masyarakat. Mengingat cara penghitungan biaya penyediaan jasa, pengendalian, dan pengawasan yang menjadi dasar penetapan tarif retribusi sulit diketahui kewajarannya.

“Nilai tarif maksimum itu dengan mudah dapat diketahui melalui pungutan PBB-P2 atas menara telekomunikasi yang dilakukan daerah, masyarakat juga bisa menghitung sendiri tarif yang harus dibayar. Ini dilakukan untuk memenuhi prinsip retribusi daerah berupa kepastian, kemudahan, dan efisiensi,” terang ahli yang sengaja dihadirkan pemerintah ini.

Terlebih, masyarakat diberi peluang untuk mengajukan keberatan kepada kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk apabila retribusi yang dipungut melampaui tarif maksimum seperti diatur Pasal 162 UU PDRD. “Jadi, Pasal 124 UU PDRD tidak bertentangan dengan UUD 1945,” ujar pria yang tercatat sebagai Team Leader Public Finance GIZ Indonesia ini.

Sebelumnya, PT Kame Komunikasi Indonesia, melalui kuasa hukumnya, merasa dirugikan dengan berlakunya Penjelasan Pasal 124 UU PDRD lantaran praktiknya pemerintah daerah langsung menetapkan tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi sebesar 2 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP). Penetapan tarif itu tidak lagi didasarkan pada biaya-biaya pengawasan dan pengendalian.

Pemohon mencontohkan jika rata-rata NJOP menara itu sebesar satu  miliar rupiah, maka retribusi menara telekomunikasi sebesar Rp20 juta. Sedangkan jika tidak menggunakan formula patokan NJOP biaya retribusi ril hanya sekitar 2 juta. Karenanya, pemohon minta Penjelasan Pasal 24 itu diubah menjadi “…Penetapan tarif retribusi didasarkan pada biaya pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi. Kebutuhan biaya pengawasan dan pengendalian dapat dijabarkan dalam formula penghitungan tertentu.”
Tags:

Berita Terkait