Sembilan Jenis Infrastruktur Prioritas
Berita

Sembilan Jenis Infrastruktur Prioritas

Bergantung pada kinerja Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto (tengah). Foto: SGP
Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto (tengah). Foto: SGP
Pemerintah menetapkan sembilan jenis infrastruktur yang harus diprioritaskan penyediannya. Kesembilan jenis infrastruktur itu adalah transportasi, jalan, pengairan, air minum, air limbah, persampahan, telekomunikasi dan informatika, ketenagalistrikan, serta minyak dan gas bumi.  

Masing-masing jenis infrastruktur itu masih dijabarkan lagi ke dalam sarana dan prasarana. Infrastuktur transportasi, misalnya, meliputi sarana dan prasarana perkeretaapian, pelabuhan, pelabuhan dan penyeberangan, kebandarudaraan, perhubungan darat. Sedangkan infrastuktur jalan meliputi jalan umum, jalan tol, jembatan, dan jembatan tol.

Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014yang menjadi dasar hukum infrastruktur prioritas bukan satu-satunya kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pembangunan infrastruktur di Tanah Air. Namun hingga kini tak mudah menjalankan kebijakan itu di lapangan, antara lain karena terhambat proses pembebasan hak atas tanah dan pembiayaan.

Contoh lain adalah proyek pembangunan infrastruktur pembangkit listrik berkapasitas 2x 200 megawatt yang digadang-gadang akan menjadi PLTU terbesar di Asia Tenggara. Namun proyek tersebut masih belum dimulai dengan alasan proses pembebasan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan proyek tersebut sampai saat ini belum juga selesai.

Proyek lain diantaranya pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera. Meskipun proyek jalan tol tersebut sudah digagas sejak beberapa tahun lalu, sayangnya sampai saat royek tersebut belum juga dimulai. Pemerintah sampai saat ini masih berkutat pada skema pendanaan dan fokus pengerjaan proyek tersebut.

Sebagai komitmen pemerintah untuk menggenjot pembangunan dan penyediaan infrastruktur prioritas, pada Juli lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Melalui Perpres No. 75 Tahun 2014 ini sebagai payung hukum sektor infrastruktur, pembangunan infrastruktur dalam negeri dapat digenjot.

Namun realisasi kebijakan itu sangat bergantung pada Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). Komite sejenis sudah dibentuk sejak 2005 silam, dan terus berubah ‘baju’ hingga kini menjadi KPPIP. Komite ini diketuai Menko Perekonomian; dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Komite ini bertugas menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka mempercepat penyediaan infrastruktur prioritas, memantau dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan.

Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto menilai bahwa keberadaan KPPIP harus mempunyai peranan dan otoritas yang lebih besar dari komite-komite yang telah ada saat ini. Mengingat total pembangunan infrastruktur nasional dalam 5 tahun kedepan diprediksi senilai Rp6.000 triliun, di mana 50 persen dari jumlah tersebut berasal dari pihak swasta. Hal tersebut juga seiring dengan pengembangan skema PPP.

“Sangat penting untuk mengembangkan PPP di Indonesia. Dan perlu dipastikan bahwa KPPIP mempunyai peranan dan otoritas yang lebih besar dari komite-komite lain yang telah ada saat ini,” kata Kuntoro di Jakarta, Selasa (07/10).

Selain itu, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro menjelaskan bahwa pembentukan KPPIP dilandasi harapan akan pengembangan peranan PPP di Indonesia, terutama dalam mempelopori perubahan pola pikir terkait pembiayaan infrastruktur di dalam berbagai institusi pemerintah.

“Peran KPPIP terutama dalam mendorong peralihan dari skema pembiayaan yang saat ini lebih berfokus pada APBN dan APBD kea rah kerjasama sektor publik dan swasta melalui PPP,” katanya.

Pada acara yang sama hadir pula Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Ia berpendapat, sangat penting bagi KPPIP untuk menyediakan layanan terpadu kepada berbagai contracting agency dan berperan sebagai otoritas tertinggi dalam merencanakan pembangunan infrastruktur.

“Untuk mendukung hal ini, maka diperlukan mandate dari pemerintah yang memberdayakan KPPIP sebagai institusi yang dapat mengkoordinasikan target pengembangan infrastruktur dengan memberikan insentif maupun sanksi kepada pihak-pihak terkait,” pungkasnya.

Pada akhirnya, keberadaan KPPIP diharapkan dapat berpotensi untuk menyelesaikan permasalahan dalam pengembagan PPP pada saat ini, yaitu perumusan kriteria yang  jelas dalam prioritasi proyek, proses perencanaan eksekusi yang menyeluruh serta keberadaan mekanisme insentif untuk mendukung penyelenggaraan proyek.
Tags:

Berita Terkait