Iuran dan Manfaat Jaminan Pensiun Sebaiknya Terpisah
Berita

Iuran dan Manfaat Jaminan Pensiun Sebaiknya Terpisah

Pemerintah menyusun satu RPP.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Pemerintah masih terus menggodok peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan. Rencananya, badan yang akan beroperasi 1 Juli 2015 itu akan menggelar program Jaminan Pensiun (JP), Hari Tua (JHT), Kecelakaan Kerja (JKK) dan Kematian (JKM).

Berkaitan dengan program JP, Presidium Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI), Indra Munaswar, berpendapat sebaiknya iuran dan manfaat dipisahkan dalam dua regulasi. Iuran bisa diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP); sedangkan manfaat yang diperoleh peserta diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres). Ia mengklaim pemisahan itu sejalan dengan Pasal 41 dan 42 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sepengetahuan Indra, Kemenakertrans sebagai leading sector lebih memilih penyatuan iuran dan manfaat program JP ke dalam satu regulasi. Saat ini, Rancangan PP tentang Iuran dan Manfaat Jaminan Pensiun itu sedang dibahas. Itu sebabnya Indra mengingatkan. “Harusnya, iuran dan manfaat JP itu diatur dalam peraturan pelaksana yang terpisah. Untuk program JP, itu sudah diamanatkan UU SJSN,” kata Indra dalam diskusi yang digelar Lembaga Analisis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape) dan KPBI di Jakarta, Jumat (10/10).

Selain itu Indra mengusulkan agar program JP mengatur ketika peserta meninggal sebelum masa iur 15 tahun, peserta tersebut berhak mendapat manfaat pensiun secara penuh. Begitu pula jika peserta yang bersangkutan mengalami cacat tetap sehingga tidak dapat bekerja. Baginya, usulan itu selaras dengan UU SJSN yang menyebut JP diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

Praktisi Jaminan Sosial dan Asuransi Jiwa, Odang Muchtar, mengatakan PP diperlukan untuk mengatur iuran karena berdampak signifikan terhadap ekonomi makro. Sementara Perpres digunakan untuk mengatur manfaat karena dampaknya hanya kepada peserta. “Kalau PP dan Perpres JP itu digabung, tidak ada landasan hukum dan filosofisnya,” ujarnya.

Direktur Litigasi Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Nasruddin, mengatakan peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan masih dalam pembahasan. Untuk JP dan JHT, pembahasannya membutuhkan waktu yang cukup lama karena perlu pendalaman dari para pemangku kepentingan. Terutama pekerja dan pengusaha.

Misalnya, tentang iuran, perdebatannya masih alot dalam menentukan berapa yang ditanggung pekerja dan pemberi kerja (pengusaha). Oleh karena itu Nasruddin tidak yakin peraturan pelaksana JP dan JHT dapat diselesaikan pada masa pemerintahan SBY yang berakhir per 20 Oktober 2014.

Namun, untuk program JKK dan JKM, kata Nasruddin, pembahasannya tidak mengalami banyak kendala. Mantan Direktur Harmonisasi Ditjen PP Kemenkumham itu mengatakan pihaknya akan mengupayakan regulasi JKK dan JKM dapat disahkan sebelum masa pemerintahan SBY berakhir. “Kami akan kejar penyelesaiannya dalam waktu sepekan ini,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait