Ketidakpastian Hukum Jadi Tantangan Sektor Energi
Berita

Ketidakpastian Hukum Jadi Tantangan Sektor Energi

Pemerintah belum melihat penyelesaian masalah energi untuk jangka panjang.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Faisal Basri. Foto: RES
Faisal Basri. Foto: RES
Masalah sektor energi di Indonesia berakar pada masalah institusi. Selama ini institusi sektor energi sifatnya ekstratif, sehingga kewenangannya masih dikuasai oleh sekelompok orang. Sementara, dibutuhkan institusi yang insklusif yang artinya tidak boleh ada sekelompok orang yang mengambil hak rakyat dan menutup masuknya kompetitor yang mengelola sektor energi.

“Jika dibiarkan, Indonesia hanya berjalan ditempat. Belum lagi adanya delay-delay proyek migas seperti natuna dan proyek-proyek migas lainnya dapat menambah defisit minyak di indonesia yg menyebabkan indonesia mengekspor bbm begitu besarnya,” ujar Pengamat Politik Ekonomi, Faisal Basri, Selasa (14/10).

Faisal mengingatkan tantangan Indonesia di bidang energi di masa mendatang adalah ketidakpastian hukum, berbelit-belitnya birokrasi, tidak terkordinasinya lintas sektoral, serta aksi spekulan para pemburu rente (mafia energi). Di sisi lain, demokrasi dan desentralisasi menciptakan divergensi yang akan memperpanjang negosiasi antar instansi pemerintah maupun parlemen, sehingga realisasi proyek besar seperti proyek listrik Asahan, misalnya masih akan lamban.

Pada saat yang sama, pasokan dan permintaan energi masih didominasi fosil seperti minyak dan batu bara, hanya sedikit yang menggunakan bahan bakar nabati (biofuel), gas dan nuklir. "Pembangunan energi terbarukan belum akan terjadi mengingat ketidakpastian regulasi yang membuat investor enggan berinvestasi‎," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Presiden RI, Boediono mengakui hingga saat ini pemerintah sibuk mengurus pemenuhan energi jangka pendek. Menurutnya, hal ini membuat negara belum mampu memenuhi kebutuhan energi untuk jangka panjang. Boediono pun mengingatkan bahwa pola tersebut harus segera diubah karena membahayakan pasokan energi di Indonesia.

"Kita sangat sibuk mengatasi berbagai masalah, untuk menggulirkan proyek energi, dengan hambatan yang telah disebutkan ada banyak, memakan waktu luar biasa. Tapi itu kita hanya memenuhi kebutuhan kita untuk sehari berikutnya, belum memenuhi jangka panjang," kata Boediono.

Boediono juga menyesalkan penyelesaian masalah energi yang terkait dengan kebutuhan jangka panjang belum banyak dilihat oleh pemerintah. Ia mengaku, pemerintah harus segera dipaksa untuk merencanakan pemenuhan kebutuhan energi dalam jangka panjang hingga tahun 2030.

"Kami belum sempat melihat untuk pemenuhan energi jangka panjang," katanya.

Pasalnya, Boediono meyakini bahwa menjaga kedaulatan energi mutlak untuk dilakukan. Sebab, hal tersebut bertujuan untuk mengamankan pemenuhan kebutuhan energi. Bahkan menurutnya, jangka waktu yang harus dipikirkan pemerintah harus menembus kurun tahun 2030 mendatang.

“Mengamankan air, pangan, dan energi tidak hanya sampai 2030 tapi sampai 1.000 tahun lagi. Dan ini penting dalam demokrasi, karena energi ini stakeholdersnya banyak. Praktiknya, salah satu contoh, untuk menggoalkan satu proyek saja harus berkonsultasi kepada banyak pemangku kepentingan,” lanjutnya.

Pengamat Energi, Darmawan Prasojo, mengamini bahwa tarik-menarik kepentingan di sektor energi cukup tinggi. Menurutnya, hal tersebut yang membuat masalah energi menjadi cukup rumit. Padahal, Darmawan melihat permasalahan energi di Indonesia cukup sederhana.

“Indonesia membutuhkan investasi untuk mengelola energi di Indonesia. Investasi yang masuk tetap melihat Pasal 33 UUD 1945 sehingga investasi bersifat fairness dimana negara dan investor mendapat keuntungan,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait