Digugat Pailit, United Coal Ajukan PKPU
Utama

Digugat Pailit, United Coal Ajukan PKPU

Tak mampu bayar utang akibat lapangan tambang diterjang longsor.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Perusahaan tambang yang memegang konsesi batubara terbesar di Kalimantan Timur, PT United Coal Indonesia (UCI), digugat pailit. Dua krediturnya, CV Satria Duta Perdana dan CV Exsiss Jaya, menggugat karena UCI dianggap tidak mampu membayar tagihan kedua kliennya yang sudah jatuh waktu dan sulit ditagih. Gugatan yang dilayangkan pada 22 September lalu itu terdaftar dengan perkara No.32/Pdt.Sus/Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Kuasa hukum Satria Duta dan Exsiss Jaya, Bagus Wicaksono, dalam gugatannya menyebut bahwa UCI berutang kepada dua kliennya dalam kerjasama penyediaan barang-barang kebutuhan UCI sebagai kontraktor tambang batubara. Menurut Bagus, UCI memesan barang-barang yang dibutuhkan kepada kedua krediturnya sejak 18 Agustus 2013 sampai 26 Maret 2014. Pesanan itu pun telah dikirim oleh Satria Duta dan Exiss Jaya. Hanya saja, UCI belum melunasi kewajiban pembayarannya.

"Menurut perhitungan, total tagihan kepada UCI sebesar Rp219,9 juta," papar Bagus sebagaimana dikutip dalam surat gugatannya, Rabu (15/10).

Selain itu, Bagus juga menyertakan lima orang kreditur lain yang punya tagihan kepada UCI. Para kreditur itu merupakan karyawan UCI yang upahnya tidak dibayar secara berturut-turut sejak bulan Juni lalu. Bagus merinci bahwa total upah kelima karyawan itu yang sudah jatuh tempo lebih dari Rp103 juta.

Bagus menambahkan, ada 91 orang lainnya karyawan UCI site Palaran yang gajinya belum dibayarkan. Menurut Bagus, tunggakan gaji itu mencapai hampir Rp1 miliar. Dengan dalil tersebut, Bagus memohon agar Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta menjatuhkan putusan pailit terhadap UCI. Pihaknya juga mengajukan Dwiana Miranti dan Widia Gustiwardini sebagai kurator bila UCI diputus pailit.

"Walaupun jumlah utang yang ditagih tidak besar, namun dilihat dari syarat UU Kepailitan sudah terpenuhi, yaitu minimal ada 2 kreditur. Maka, demi hukum secara yuridis dan faktual, permohonan kepailitan ini seharusnya bisa dikabulkan oleh majelis hakim," tandas Bagus.

Menanggapi layangan gugatan kepailitan terhadapnya, pihak UCI malah mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) kepada pengadilan yang sama. Permohonan PKPU itu didaftarkan pada 10 Oktober lalu dengan nomor perkara 55/Pdt.Sus.PKPU/2014/PN.Jkt.Pst.

UCI yang diwakili kuasa hukumnya Ronald Simanjuntak. Dalam berkas permohonannya, Ronald mengakui UCI memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih oleh Exiss Jaya dan Satria Duta. Bahkan, UCI juga menyebut pihaknya memiliki utang kepada beberapa kreditur lainnya.

Kewajiban UCI dengan kreditur lainnya itu antara lain CV Mitra Wira Perkasa dengan nilai Rp96,4 juta, PT Dahana sebesar Rp18 juta, Sentral Jaya Collection sebesar Rp2,8 juta, dan PT Swanindo Prima Sukses sebesar Rp72,11 juta.

Menurut Ronald kliennya belum bisa melunasi utang tersebut hingga saat ini. Hal tersebut, dikatakan oleh Ronald karena produksi UCI terganggu. Gangguan produksi datang akibat adanya longsor yang menimbulkan masalah di lapangan.

"Maka, kami belum bisa membayar upah kelima karyawan perusahaan. Sementara itu, kewajiban terhadap Exiss Jaya dan Satria Duta sebenarnya sudah kami lunasi untuk bulan Juni," jelas Ronald dalam dokumen permohonannya.

Ronald menegaskan, kesulitan keuangan yang dialami kliennya tidak bersifat permanen. Sebab, kesulitan itu muncul dari adanya gangguan di lapangan pertambangan. Selain itu, ia mengklaim UCI sudah berproduksi dan kondisi bisnisnya mulai berjalan normal. "Kami optimis bisa melunasi utang-utang itu," tegasnya.

Titik Tedjaningsih, Ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus ini, memutuskan untuk memeriksa permohonan PKPU UCI terlebih dahulu. Di sisi lain, permohonan kepailitan yang didaftarkan lebih dulu justru ditangguhkan. Titik beralasan, pengadilan harus mengutamakan perdamaian. Sementara itu, pailit merupakan upaya terakhir bila perdamaian gagal dicapai.
Tags:

Berita Terkait