Perlu Tim Kaji Sebelum BUMN Putuskan Hedging
Utama

Perlu Tim Kaji Sebelum BUMN Putuskan Hedging

Untuk menganalisa kurs dari sebelum hedging hingga lindung nilai dilakukan.

Oleh:
FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Meneg BUMN Dahlan Iskan. Foto: SGP
Meneg BUMN Dahlan Iskan. Foto: SGP
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, berharap ada task force yang terdiri dari personil Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menganalisa sebelum upaya transaksi lindung nilai (hedging) diputuskan.

“Tidak usah tingkat menteri, tingkat task force saja,” katanya, di Gedung Kemenkeu di Jakarta, Kamis (16/10).

Task force ini, lanjut Dahlan, bertugas untuk menganalisa kurs dari sebelum hedging hingga lindung nilai dilakukan. Hasil analisa tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi senjata bagi BUMN yang akan melakukan hedging. Jika sudah diputuskan akan dilakukan hedging, perusahaan BUMN tersebut wajib untuk melaksanakannya.

Menurut Dahlan, pemerintah melalui task force sudah memutuskan perusahaan BUMN untuk hedging pada waktu tertentu, namun tidak juga dilakukan maka bisa terkena sanksi. “Begitu kita putuskan, kita wajibkan. Begitu tidak (dijalankan, red), ya kita sanksi. Sanksinya sanksi korporasi,” katanya.

Perlunya task force, lanjut Dahlan, lantaran perubahan kurs cepat berubah. Atas dasar itu, fungsi task force juga menganalisa kapan waktunya kurs yang bisa menguntungkan bagi BUMN dalam melakukan hedging. Ia percaya pedoman standar operating procedur (SOP) hedging yang diluncurkan pemerintah ini menjadi kunci agar perusahaan BUMN tak perlu takut lagi.

Keberadaan tim kaji hedging ini, lanjut Dahlan, berkaitan dengan kepekaan sistem yang ada di perusahaan pemerintah. Jika di perusahaan swasta, kepekaan mengenai nilai kurs sudah menjadi prioritas. Sedangkan di perusahaan BUMN, kepekaan mengenai kurs belum tentu ada.

“Rapat seminggu sekali, Jumat diputuskan, Senin hedging dilakukan. Yang terpikirkan seperti itu,” kata Dahlan.

Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Nur Pamudji, mengaku siap melakukan upaya hedging. Ia sepakat sebelum keputusan hedging dilakukan perlu ada kajian mengenai kondisi kurs.

“Dikaji dulu, perlu hedging atau tidak. Begitu perlu, dilaksanakan hedging. Begitu tidak, tidak dilakukan hedging,” katanya.

Atas dasar itu, ia belum bisa menentukan berapa kebutuhan hedging PLN. Menurutnya, untuk mengetahui berapa kebutuhan hedging tersebut, perlu ada kajian yang mendalam sehingga langkah lindung nilai bisa dilakukan secara benar. Kajian tersebut bisa dalam bentuk setiap transaksi, seperti transaksi pembelian gas atau transaksi pembayaran gas.

Pedoman SOP yang disepakati sejumlah lembaga negara tersebut akan menjadi acuan bagi PLN sebelum melakukan hedging. Menurut Pamudji, tiap perusahaan BUMN memiliki jenis transaksi yang berbeda satu sama lain. “Setiap BUMN itu khas, tidak sama antara PLN dengan Pertamina, sifat dari transaksinya beda,” katanya.

Sebelumnya, Rapat koordinasi antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kemenkeu, Kemeneg BUMN, BI, Kepolisian RI (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), menyepakati penyusunan SOP mengenai hedging. SOP ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi BUMN untuk melakukan transaksi lindung nilai.

Dengan adanya SOP ini, tidak perlu ada lagi kekhawatiran dari perusahaan BUMN bahwa kerugian dalam transaksi hedging merupakan kerugian negara. Dalam SOP ditegaskan bahwa selisih di transaksi hedging merupakan bagian dari biaya, sedangkan kelebihan dianggap bukan keuntungan, melainkan pendapatan.
Tags:

Berita Terkait