Tak Sebatas Kampanye, Hemat Energi Harus Dimulai dari Istana
Berita

Tak Sebatas Kampanye, Hemat Energi Harus Dimulai dari Istana

Hingga kini, belum ada langkah nyata pemerintah untuk mengimplementasikan PP tentang Konversi Energi.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Istana Negara. Foto: presidenri.go.id
Istana Negara. Foto: presidenri.go.id
Kebijakan hemat energi pada kantor pemerintah sudah diatur sejak lima tahun lalu. Audit konsumsi energi, sebagai cara penghematan energi termuat dalam Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi.  Permasalahannya, hingga kini belum ada langkah nyata pemerintah untuk mengimplementasikan regulasi tersebut. Gerakan hemat energi baru sebatas kampanye yang menjadi pemanis bibir para pemangku kepentingan.

Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus membuktikan gerakan audit energi listrik sebagai sebuah kampanye nyata. Untuk membuktikannya, pemerintah harus berani mengawali gerakan itu dengan melakukan audit energi di lingkungan istana negara.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Iwa Gurniwa, dalam diskusi tentang hemat energi, di Jakarta, Selasa (21/10), mengatakan, audit energi di lingkungan istana negara merupakan sesuatu yang sangat perlu dilakukan. Menurutnya, hal ini bukan hanya sebagai bukti telah efektifnya penggunaan energi di lingkungan istana. Lebih dari itu, Iwa melihat hal ini sebagai simbol bahwa penghematan energi dilakukan secara nasional.

“Jika Presiden Jokowi melakukannya, tentu akan diikuti kantor pemerintahan yang lain seperti kementerian. Ini penting dalam gerakan penghematan energi,” tegas Iwa.

Iwa mengungkapkan, selama ini lembaga pemerintah belum pernah melakukan pemaparan terhadap konsumsi energi listrik. Menurutnya, hal ini mungkin dikarenakan memang belum pernah melakukan audit energi pada lembaga-lembaga tersebut.

“Padahal, aturan audit energi merupakan bagian yang tertuang dalam PP No. 70 Tahun 2009. Artinya, sudah ada beleid yang mengatur perlunya audit energi di lingkungan lembaga pemerintah. Sekarang mana lembaga pemerintah itu yang melakukannya? Tidak mungkin berhemat kalau tidak lebih dulu melakukan audit energi,” tandasnya.

Iwa menyimpulkan bahwa masalah hemat energi selama ini bukan pada semangat masyarakat. Menurutnya, pangkal masalah berasal dari implementasi kebijakan dan monitoring hemat energi yang masih lemah. Oleh karena itu, ia mengungkapkan bahwa pemerintahan Jokowi-JK perlu secara nyata melakukan tindakan hemat energi.

“Caranya, ya dengan audit konsumsi energi itu,” tambahnya.

Pengamat Energi Fabby Tumiwa mengamini bahwa kondisi darurat ketenagalistrikan menjadi tantangan Presiden Jokowi. Sebab, menurut Fabby,masalah listrik bukanlah sederhana. Ia mengingatkan, problematika kelistrikan bisa berimbas pada sektor lain, termasuk industri yang selama ini banyak menyerap tenaga kerja.

“Presiden dan Wakil Presiden harus menyadari bahwa tantangan ini tidak sederhana. Pertanian dan manufaktur merupakan sektor terbesar yang dapat menyerap tenaga kerja dibandingkan bidang jasa. Dibutuhkan infrastruktur kelistrikan agar dapat mendukung kebutuhan industri untuk para pekerja itu,” ujarnya.

Menurut catatan Fabby, dalam lima tahun terakhir sektor manufaktur dan pertanian semakin berkurang. Ia menganalisis bahwa penyebabnya utamanya adalah hambatan sistem kelistrikan. Kenyataan ini, menurutnya akan membuat angka pertumbuhan tenaga kerja yang terserap berkurang. Sementara itu, usia produktif terus tumbuh, sehingga bisa memicu krisis baru.

“Listrik tidak bicara nyala atau tidak nyala, tapi lebih luas. Itu bisa menciptakan krisis ekonomi sosial baru. Cita-cita Indonesia menjadi negara ekonomi besar tidak akan tercipta,” tuturnya.

Fabby menambahkan, kerusakan infrastruktur juga menghambat elektrisitas sektor industri. Ia mengingatkan, infrastruktur yang rusak, jika terlambat diperbaiki akan mengganggu sistem kelistrikan. Akibatnya, sering pemadaman lampu yang disebabkan oleh kerusakan teknis. Padahal jika listrik mati, perusahaan harus menggunakan genset yang menghabiskan biaya lebih mahal.
Tags:

Berita Terkait