Sudah Seharusnya Pemilihan Pejabat Publik Libatkan KPK
Utama

Sudah Seharusnya Pemilihan Pejabat Publik Libatkan KPK

Sebagai upaya pencegahan mulai dari hulu.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES
Penyusunan kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memang belum rampung. Menariknya, sebelum menempatkan orang yang akan duduk di kabinet, Jokowi menyerahkan nama bakal calon ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah Jokowi ini merupakan cara yang patut ditiru dalam pemilihan pejabat publik lainnya, seperti Kepala Daerah.

Demikian disampaikan Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (23/10). “Ini satu langkah baru dan harus diikuti oleh pemilihan Kepala daerah. Lalu pemilihan Gubernur dan Bupati dan Wali Kota harus kita dorong meminta pendapat KPK,” ujarnya.

Lembaga antirasuah itu boleh jadi bakal kebanjiran permintaan panitia seleksi pemilihan pejabat publik dalam rangka mencari jejak rekam calon. Tidak saja kepala daerah, tetapi pejabat di bawahnya. Merespon kemungkinan itulah, KPK diharapkan memperkuat sistem informasi dan data. 

Selain pejabat publik, kata Martin, wakil rakyat di parlemen juga tak lepas dari pantauan jejak rekam KPK. Menurutnya, seorang anggota legislatif harus bersih jejak rekamnya. DPR sebagai lembaga legislatif harus memiliki semangat dalam pemberantasan korupsi.

“Jadi setiap pejabat publik harus mendapat pertimbangan KPK. Tapi jangan KPK dijadikan lahan korupsi baru, karena ribuan orang harus meminta pertimbangan KPK,” ujar Martin.

Anggota DPR dari Fraksi Demokrat, Ruhut Poltak Sitompul sepakat bahwa rekam jejak bagi anggota DPR penting dilakukan. Dia tak menampik kolega separtainya banyak yang tersandung kasus hukum. Begitu pula kader partai lain di DPR yang kini mendekam di balik jeruji akibat melakukan tidak pidana korupsi.

Menurut Ruhut, masyarakat juga perlu mengetahui jejak rekam pimpinan DPR, MPR dan DPD. Pasalnya, parlemen kerap berbicara pemberantasan korupsi. “Saya ingin perlu rekam jejak rekam (pimpinan) DPR, MPR, DPD. Jadi lebih baik menunjuk hidung sendiri,” ujarnya.

Ruhut yang akan kembali bertugas di Komisi III DPR periode 2014-2019 itu berpandangan, sebelum menjadi anggota DPR, calon anggota parlemen mesti bersih rekam jejaknya dari perbuatan tercela dan pidana. Apalagi, anggota DPR berjumlah 560, dan DPD berjumlah 132 orang yang belum tentu masyarakat mengetahui jejak rekamnya.

“Tolong itu 560 anggota DPR dan 132 DPD dikasih juga rekam jejak juga. Kalau sudah di DPR itu lupa juga iman,” katanya.

Ruhut berpandangan, calon pejabat publik lainnya yang mesti mendapat pertimbangan KPK adalah Direktur Jenderal (Dirjen) di kementerian. Selain itu, calon direktur Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dikatakan Ruhut, pejabat sekelas Dirjen merupakan bagian dalam pembuat kebijakan. Begitu pula direktur BUMN yang bukan tidak mungkin melakukan pengelolaan keuangan perusahaan milik negara.

Anggota DPR dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), Patrice Rio Capella, menambahkan pola yang digunakan Jokowi dalam merekrut ‘pembantu’ yang akan duduk di kabinetnya sebagai upaya pencegahan. Menurutnya, sebelum menjadi pejabat publik jejak rekam calon mesti bersih, terlepas berlatar belakang partai politik atau profesional.

“Kita akan menyuarakan suara pencegahan dari hulu,” ujarnya.

Dikatakan Rio, KPK ke depan mesti menjadi lembaga yang kuat. Tidak saja dari sisi penindakan, tetapi upaya pencegahan mesti diperkuat dengan melakukan sosialisasi di segala lini. Pencegahan, kata Rio, dapat dilakukan KPK dengan mulai melakukan sosialisasi di Sekolah Dasar (SD) agar tertanam larangan melakukan tindak pidana korupsi.

“Harapan kami KPK menjadi kuat dan bisa menjadi gerbong pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengamini pandangan ketiga anggota DPR. Menurutnya, pemilihan pejabat publik mesti terdapat proses yang ketat. Terlebih pemilihan pejabat publik tingkat lokal, seperti Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Emerson berpandangan proses penjaringan ketat dengan melibatkan KPK perlu dikembangkan ke lembaga lain. “Ini penekanan aspek pencegahan penting. Jangan sampai ketika terjadi sesuatu ada konsekuensi kerugian negara. Jadi ini (melibatkan KPK, red) bisa menjadi tradisi yang dibiasakan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait