Mafia Kepailitan Marak di Indonesia
Aktual

Mafia Kepailitan Marak di Indonesia

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Mafia Kepailitan Marak di Indonesia
Hukumonline
Mafia kepailitan di Indonesia akhir-akhir ini semakin marak, bahkan korbannya sebagian besar investor lokal, kata mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno.

Ia di Kuta, Bali, Kamis, mengatakan mafia kepailitan di Indonesia saat ini semakin marak. Korbannya adalah investor lokal yang memiliki aset triliunan rupiah berupa tanah, hotel, dan bangunan lainnya.

"Mafia kepailitan tersebut harus dibasmi karena akan sangat berdampak pada ekonomi masyarakat dan inflasi. Karena itu saya segera mengirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk Satgas Pemberantasan Mafia," katanya.

Ia sangat mendukung pemerintahan Jokowi untuk melakukan revolusi mental, termasuk membersihkan mafia kepailitan yang saat ini semakin marak di Indonesia.

"Saya siap dipanggil untuk memberikan penjelasan atau merumuskan Satgas Mafia Kepailitan tersebut," katanya.

Menurut Oegroseno, pengalaman dirinya selama menjadi Wakapolri, indikasi mafia itu sudah ada. Namun, tidak ada aparat atau pihak berwenang yang membasminya.

Fenomena ini terus diikutinya sampai ia pensiun dari Wakapolri. Setelah itu ia menerima banyak pengaduan dari masyarakat baik kasus besar maupun kecil dimana mafia kepailitan itu dilakukan.

"Saat ini kantor mafia kepailitan sudah ada di Surabaya dan Jakarta. Selain mafia kepailitan, juga ada mafia tanah, kasus jual beli tanah yang merugikan banyak pihak di Indonesia. Jadi kita usulkan kepada Presiden Jokowi untuk membentuk Satgas Pemberantasan Mafia, bukan hanya mafia kepailitan, tetapi juga mafia tanah," ujarnya.

Ia mengatakan tindakan mafia kepailitan telah merusak citra penegak hukum di Indonesia, termasuk institusi Polri.

Modusnya, kata dia, biasanya para mafia menggunakan orang dalam seperti kontraktor dan sebagainya. Salah satu contoh, kasus yang melanda Aston Hotel, Bali Kuta Residence (BKR), dan beberapa hotel lainnya di Bali.

Semua perjanjian jual beli dan transaksi lainnya dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga saat kasus ini diajukan ke meja hukum, maka dinyatakan pailit dan dilelang.

Pembeli lelang juga sudah diatur dan semuanya prosesnya berjalan sebagaimana prosedur.

"Kasus pailit BKR misalnya, aset senilai Rp1,7 triliun dipailitkan hanya senilai Rp182 miliar. Para mafia hanya menyiapkan modal Rp2 miliar, yang Rp180 miliar dipinjam dari bank. Enak sekali para mafia itu," ujarnya.

Itulah sebabnya, kata Oegroseno, akan berkirim surat kepada Presiden Jokowi untuk segera membentuk Satgas Pemberantasan Mafia, termasuk untuk memberantas mafia kepailitan.

Menurut dia, Bali menjadi daerah yang empuk atau sasaran empuk para mafia untuk melakukan upaya kepailitan. Asal saja kasus tersebut masuk ranah hukum, pasti akan dipailitkan.

Korbannya adalah puluhan bahkan ratusan karyawan menjadi penganggur, inflasi meningkat, dan berbagai dampak sosial lainnya.

Menariknya, kata dia, kasus seperti ini menyeret juga institusi Polri dan bahkan Kejaksaan.

Dalam kasus BKR misalnya, sudah terjadi kesalahan prosedur penyidikan dan terkesan tidak profesional. Kasus ini sudah dilaporkan ke Propam Mabes Polri dan berdasarkan audit Propam Mabes Polri tertanggal 25 Maret 2014 yang disimpulkan adanya rekayasa penyidikan, menyembunyikan fakta dan pembuktian sehingga BKR dipailitkan.

Namun, pihak penyidik dari Polda Bali tetap melanjutkan kasus tersebut, padahal dari fakta-fakta adalah tidak benar.

"Ini adalah pembangkangan dari para penyidik dari Polda Bali, termasuk Kapolda-nya. Karena Propam itu sama dengan Kapolri," ujarnya.

Ia mengatakan penyidik Polda Bali memanipulasi berkas perkara. Saat ini berkas sudah dikembalikan. Seharusnya polisi mengulangi lagi penyidikan karena berkas sudah dikembalikan.

"Kalau tidak ditaati, maka ada pembangkangan Polda Bali terhadap Kapolri. Propam itu independen," ujarnya.

Mantan Kadiv Propam ini juga mohon maaf kepada Kapolri saat ini karena sudah berbicara sebaik-baiknya, tetapi tidak difasilitasi untuk memberantas mafia kepailitan di Indonesia.

"Saya sudah membeberkan kasus tersebut ke Komnas HAM dan Kompolnas. Semua menyimpulkan hal yang sama, yakni telah terjadi manipulasi penyidikan oleh Polda Bali," katanya.
Tags: