Nama-nama yang Distabilo KPK Sepatutnya Diumumkan
Utama

Nama-nama yang Distabilo KPK Sepatutnya Diumumkan

Ada kecemasan soal jejak rekam sejumlah menteri dalam kabinet kerja Jokowi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) diingatkan agar berkomitmen dengan janjinya saat masih kampanye. Soalnya, masyarakat luas bakal menagih janji-janji tersebut. Slogan “kerja, kerja, dan kerja” yang diusung Jokowi harus diikuti secara nyata oleh para menteri yang baru saja dilantik, Senin (27/10).  

Wakil ketua MPR Hidayat Nurwahid mengatakan, slogan yang dikampanyekan Jokowi harus mampu dijalankan oleh para menteri pilihannya. Para menteri yang notabene berasal dari kalangan pengusaha dan politisi, diminta bekerja untuk rakyat.

“Ini adalah kabinet kerja, dan karenanya yang berlatar belakang partai politik akan menyesuaikan diri untuk non aktif dari partai seperti apa yang dikatakan Pak Jokowi. Bahwa rakyat menunggu, agar ini bisa direalisasikan supaya betul-betul ini akan jadi kabinet yang kerja,” ujarnya.

Soal adanya nama menteri yang mendapat stabilo kuning, Hidayat mengatakan, sebagai penegak hukum sudah sepatutnya KPK memberikan klarifikasi dan kepastian kepada publik. Sebab jika tidak, masyarakat akan berprasangka buruk terhadap nama menteri yang masuk dalam kabinet.

“Segera buktikan yang salah. Tapi yang tidak salah diberi klarifikasi sehingga mereka tidak lagi tersandera oleh publik,” ujarnya.

Sebelumnya, kata Hidayat, KPK telah menyatakan ada sejumlah nama calon menteri yang distabilo kuning dan merah. Bahkan, Ketua KPK Abraham Samad menegaskan calon menteri yang dikenakan stabilo merah dan kuning tak boleh menjadi menteri.

“Bahkan bilang kalau dipaksakan (jadi menteri, red) dua sampai tiga bulan kemudian jadi tersangka,” ujarnya.

Wakil ketua MPR lainnya, Oesman Sapta, enggan berkomentar mengenai rekomendasi yang diberikan KPK tersebut. Namun, ia menyadari ada kecemasan soal jejak rekam sejumlah menteri dalam kabinet kerja Jokowi.

“Kekhawatiran itu pantas, karena Presiden Jokowi menginginkan kabinetnya bersih. Itu sudah pasti karena rakyat menginginkan itu karena rakyat ingin kabinet berjalan bersih dan menyentuh kepentingan rakyat,” katanya.

Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Tantowi Yahya, mengatakan bahwa rekomendasi dari KPK tidak digubris oleh Jokowi. Dia menduga ada sejumlah menteri di kabinet Jokowi yang mendapat stabilo kuning dari KPK. Namun, Tantowi tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Ia mengatakan, KPK tetap harus memberikan keterangan perihal siapa saja nama yang mendapat stabilo merah dan kuning tersebut.

“Mereka (KPK) sudah diberi tugas memberi rekomendasi. Menurut saya KPK perlu mengklarifikasi,” kata mantan Wakil Ketua Komisi I DPR periode 2009-2014 itu.

Apresiasi
Terlepas dari rekomendasi KPK, Hidayat Nurwahid memberikan apresiasi kepada Jokowi dalam penyusunan kabinet menteri yang memenuhi berbagai keterwakilan dari unsur profesional, partai, dan daerah. Selain itu, Hidayat mengapresiasi bertambahnya keterwakilan kaum perempuan dalam pemerintahan kabinet kerja Jokowi. Sekarang, ada delapan kementerian yang dipimpin oleh perempuan.

“Ini sebuah hal yang positif, mereka bukan perempuan bisa, mereka adalah orang yang latar belakang profesional tinggi,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Oesman Sapta menambahkan, susunan kabinet yang dibentuk Jokowi cukup ideal. Menurutnya, penyusunan kabinet sudah cukup mengakomodir dari berbagai kalangan profesi. Ia membandingkannya dengan kabinet bentukan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurutnya, saat itu SBY memiliki hak prerogratif yang tak dapat diintervensi siapapun dalam penyusunan kabinet menteri. “Ini Jokowi yang menang, yang ngatur republik ini, yah suka-suka dialah,” katanya.

Tantowi Yahya mengatakan, sejumlah nama menteri yang duduk di bidang ekonomi mendapat tanggapan dingin dari pelaku pasar. Dengan kata lain, kata Tantowi, penempatan nama pejabat menteri dalam bidang kementerian tidak sesuai konsep the right man on the right place. Ia menilai dari 21 nama menteri dalam kalangan prosional tidak menunjukan kapabilitas, kapasitas dan integritas.

“Padahal dituntut harus bekerja. Banyak orang profesional tidak sesuai kompetensi. Patut diduga dari profesional tidak lepas dari pengaruh partai, ada nama yang dipaksakan,” kata politisi Golkar itu.
Tags:

Berita Terkait