Asalkan Rasional, Pungutan OJK Dapat Dibenarkan
Utama

Asalkan Rasional, Pungutan OJK Dapat Dibenarkan

Krisis keuangan akan terjadi jika OJK dibubarkan.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
‘Perang’ pandangan ahli terjadi dalam sidang pengujian pengujian UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berlangsung. Dalam sidang lanjutan di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (28/10), giliran pemerintah menghadirkan dua orang ahli, yakni akademisi Fakultas Hukum UGM Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar, dan Guru Besar Fakultas Hukum UI Erman Rajagukguk.

Dalam keterangannya di depan Mahkamah, Zainal Arifin Mochtar berpendapat pungutan yang dilakukan OJK terhadap sektor jasa keuangan dapat dibenarkan dan tidak melanggar konstitusi. Ia membandingkan dengan pungutan biaya perkara yang diterapkan Mahkamah Agung di pengadilan. “Sepanjang pungutan tersebut tidak melanggar moralitas, rasional jumlahnya,tidak menimbulkan ketidakadilan masih dapat dibenarkan,” ujarnya.

Pungutan adalah bagian dari sumber pendanaan OJK, selain dana dari APBN. Pungutan itu adalah bagian dari proses yang harus dikerjakan OJK, dan tidak serta merta mengganggu independensi OJK. Pungutan tersebut juga tak melanggar konstitusi karena sudah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2011.

Dalam keterangan lainnya, Zainal berpendapat keberadaan OJK – yang mengambil fungsi pengawasan BI – hakikatnya untuk menguatkan fungsi dan stabilitas moneter yang dibangun oleh BI. OJK bukanuntukmemperlemah fungsi bank sentral, yakni fungsimemelihara kestabilan nilai rupiah dengan melaksanakan kebijakan moneter berkelanjutan.

Menurut dia, OJK justru sangat berfungsi membantudan menjagakebijakan sistem perekonomian nasional yang dikerjakan oleh Pemerintah,atauLembaga Penjamin Simpanan untuk saling bahu-membahu menjaga kestabilan perekonomian nasional.

Dampak negatif
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Erman Rajagukguk berpendapat apabila semua fungsi kegiatan pengawasan perbankan oleh OJK dikembalikan ke Bank Indonesia akan membawa implikasi besar di sektor keuangan. Selain itu, pengembalian kewenangan itu membutuhkan pengaturan baru yang memakan waktu panjang. “Tindakan hukum dengan mengembalikan fungsi pengawasan perbankan akan membawa akibat negatif bagi ekonomi bangsa,” ujarnya.

Erman melanjutkan apabila permohonan pemohon dikabulkan akan terjadi kekososongan hukum yang mengakibatkan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian hukum menyebabkan investor asing meninggalkan Indonesia. Mereka pun akan melepaskan surat-surat berharga yang dipegangnya.

“Ini akan diikuti investor dalam negeri, seperti Taspen, BPJS Ketenagakerjaan, dan LPS karena mereka juga harus melepaskannya akibat harganya yang akan terus merosot,” ungkap Erman dalam sidang pleno yang dipimpin Arief Hidayat.

Kondisi tersebut, kata Erman, berpengaruh pada mengakibatkan fiskal (kondisi keuangan) juga terpengaruh. Sementara APBN masih dalam keadaan defisit. Imbasnya, surat berharga negara menjadi tidak laku. Pemerintah bisa mengalami default, dalam arti pinjaman luar negeri tidak terbayarkan. “Hal tersebut akan mengakibatkan krisis keuangan dan perekonomian yang pada akhirnya dapat menyebabkan krisis pemerintahan.

Sebelumnya, elemen masyarakat yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) mempersoalkan Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK terkait fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan oleh OJK. Sebab, kedua fungsi OJK itu tak diatur dalam konstitusi yang eksesnya mendorong terbentuknya pasar bebas.

Misalnya, kata “independen” dalam Pasal 1 angka 1 bertentangan dengan Pasal 23D dan Pasal 33 UUD 1945. Sebab, kata “independen” dalam konstitusi hanya dimungkinkan dengan melalui bank sentral, bukan OJK. Pasal 5 UU OJK - yang menyebutkan OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan sektor jasa keuangan- dapat berdampak penumpukan kewenangan, sehingga menjadi sulit terkontrol.

Justru, Pasal 37 UU OJK terkait pungutan OJK terhadap bank dan industri jasa keuangan dapat mengurangi  kemandirian OJK. Pungutan ini memicu tanda tanya akan ditempatkan di pos apa dalam nomenklatur APBN. Karena itu, pemohon meminta MK membatalkan Pasal 5 dan Pasal 37.

Pemohon juga meminta MK menghapus  frasa ‘..tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan..’ dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK karena bertentangan dengan Pasal 23D UUD 1945.
Tags:

Berita Terkait