Menunggu Cara Jokowi Mereformasi Sektor Migas dan Mineral
Berita

Menunggu Cara Jokowi Mereformasi Sektor Migas dan Mineral

National Resource Governance Institute dan Universitas Gadjah Mada memberikan dua rekomendasi.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
SPBU. Foto: SGP (Ilustrasi)
SPBU. Foto: SGP (Ilustrasi)
Pembentukan Kabinet Kerja yang belum lama diumumkan oleh Presiden JokoWidodo (Jokowi) menuai harapan publik terhadap perubahan. Jokowi diharapkan mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Terkait dengan hal itu, Jokowi dan pemerintahannya harus bisa mereformasi sektor energi.

Demikian disampaikan oleh peneliti National Resource Governance Institute (RGI), Emanuel Bria, Rabu (29/10). Menurutnya, pemerintah harus terlebih dahulu meningkatkan akuntabilitas di sektor industri energi agar bisa mereformasinya. Dia mengatakan, prestasi Indonesia meraih status sebagai Compliant Country pertama di Asia Tenggara atas EITI merupakan modal dasar bagi Jokowi.

“Pemerintahan baru paling tidak sudah punya modal dasar. Pasti, banyak tantangan yang harus dihadapi ke depannya. Masyarakat menanti solusi konkret atas penurunan produksi minyak yang terus turun, pertanggungjawaban sebagai importer BBM, juga subsidi energi yang merongrong APBN,” kata Bria.

Tak hanya sektor minyak, menurut Bria, sektor mineral juga membawa berbagai tantangan yang sama beratnya. Ia menyoroti kebijakan larangan ekspor konsentrat masih membutuhkan perhatian.

Persoalan lainnya, kekuasaan pemerintah yang terdesentralisasi terkait perizinan tambang harus segera direformasi. Sebab, menurutnya,hal itu menimbulkan koordinasi yang terhambat antara pemerintahan di level nasional dan daerah.

“Perizinan yang didesentralisasi itu pada satu sisi menimbulkan koordinasi yang terhambat. Di sisi lain, justru membuat tumpang tindih kewenangan. Belum lagi akibat lainnya berupa lemahnya penegakan hukum,” katanya.

Masalah korupsi, lanjut Bria, juga menjadi tantangan berat untuk membersihkan industri energi. Terungkapnya kasus korupsi mantan Menteri ESDM, Jero Wacik, dan mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini semakin memperlihatkan betapa ‘basah’-nya industri energi.

Terhadap masalah-masalah berat yang akan dihadapi pemerintahan baru, RGI bersama Universitas Gadjah Mada telah membuat dua rekomendasi. Rekomendasi pertama berfokus pada langkah-langkah untuk meningkatka transparansi di sektor energi. Rekomendasi ke dua terkait struktur administrasi dan pengelolaan migas nasional.

“Dalam rekomendasi kami yang pertama, kami menyampaikan secara komprehensif bagaimana mekanisme ideal untuk meningkatkan transparansi proses perizinan, terutama di sektor tambang. Selain itu, kami juga membuat kajian atas kontrak migas dan kontrak pertambangan yang bisa membawa kemaslahatan bagi rakyat Indonesia,” papar peneliti RGI lainnya, Patrick Heller.

Patrick menambahkan, pihaknya menaruh perhatian terhadap proses revisi UU Migas. Ia menyebut, restrukturisasi yang diatur dalam revisi tersebut selayaknya memastikan konsistensi penegakan hukum. Selain itu, ia memandang perlu ada insentif bagi Pertamina dan lembaga publik lain untuk memiliki peran yang lebih kuat.

“Di dalam rekomendasi kami yang ke dua, kami memaparkan model-model institusi yang dikenal di Indonesia. Hal ini beranjak dari pengalaman-pengalaman internasional terkait mekanisme akuntabilitas dan peran perusahaan minyak nasional, yang juga kami uraikan,” ujar Patrick.
Tags:

Berita Terkait