Jokowi Ditunggu untuk Lakukan Pembaruan Hukum SDA
Berita

Jokowi Ditunggu untuk Lakukan Pembaruan Hukum SDA

Struktur kelembagaan yang ada selama ini banyak menimbulkan tumpang tindih kebijakan.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Mantan Hakim MK, Achmad Sodiki (kiri). Foto: SGP
Mantan Hakim MK, Achmad Sodiki (kiri). Foto: SGP
Sumber daya alam yang melimpah tak hanya menjanjikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Di sisi lain, justru banyak kasus pelanggaran hak masyarakat ketika pemerintah hadir mengelola anugerah itu. Masalah kelangkaan tanah menjadi momok bagi bangsa yang sebagian besar rakyatnya hidup dari bercocok tanam.

Demikian mengemuka dari diskusi terkait pembaruan hukum di sektor sumber daya alam, di Jakarta, Kamis (30/10). Koordinator Eksekutif Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma), Andiko Sutan Mancayo, mengatakan bahwa masyarakat menantikan perubahan yang akan dibawa oleh pemerintahan baru Jokowi-JK. Perubahan yang paling utama adalah sinkronisasi berbagai kebijakan.

“Kita menunggu perubahan dan sinkronisasi berbagai kebijakan di sektor pengelolaan sumber daya alam. Kebijakan ini menjadi faktor penting pembaruan hukum di bidang yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak ini,” katanya.

Andiko menambahkan, kebijakan yang baik dan sinkron juga harus dibarengi dengan struktur kelembagaan yang mendukung. Oleh karena itu, Andiko percaya bahwa agenda restrukturisasi kelembagaan juga menjadi kunci pembaruan hukum. Menurutnya, struktur kelembagaan yang ada selama ini banyak menimbulkan tumpang tindih kebijakan. Dengan demikian, memformulasi kembali kelembagaan perlu dilakukan untuk menguatkan kebijakan.

Tak hanya di level pengambil kebijakan, menurut Andiko,angin perubahan dalam pengelolaan sumber daya alam juga harus menyentuh masyarakat secara langsung. Menurut Andiko, rakyat membutuhkan fondasi ekonomi kerakyatan untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

“Untuk membangun fondasi ekonomi kerakyatan, harus ada distribusi alat produksi kepada rakyat,” tambah Andiko.

Mantan Hakim Konstitusi, Achmad Sodiki, mengingatkan bahwa tanah merupakan alat produksi vital bagi petani. Ia mencatat, belum ada kemauan politik yang sungguh-sungguh dari pemerintah selama ini untuk menjalankan landreform. Padahal, pemerintah pernah berjanji untuk melakukan redistribusi sebelas juta hektar tanah untuk petani.

“Pada kenyataannya, janji tersebut tidak terealisasi dengan baik,” ujar Sodiki.

Menurut Sodiki, produk hukum terkait perkebunan juga kental dengan kepentingan politik. Meskipun, ia tak menampik bahwa memang undang-undang merupakan produk politik. Hanya saja, Sodiki melihat bahwa kesadaran politik para pembuat undang-undang belum berpihak pada petani-petani miskin. Akibatnya, terjadi eksploitasi sumber daya alam.

Sodiki menegaskan, Negara seharusnya aktif untuk melakukan amanah dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Menurutnya, penguasaan sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat. Ia berharap pemerintahan yang baru bisa melakukan hal-hal yang substantif dengan cara menghindari dan mencegah dikeluarkannya keputusan dan tindakan yang merugikan rakyat dan negara.

“Selanjutnya, pemerintah perlu melakukan regulasi terhadap peraturan maupun keputusan yang merugikan rakyat maupun negara,” tambahnya.

Jika nanti pemerintah masih mengeluarkan keputusan yang merugikan, Sodiki berharap organisasi masyarakat sipil harus bertindak sebagai representasi masyarakat. Ia mendorong organisasi-organisasi seperti Huma bisa bertindak (legal standing) untuk membatalkan kebijakan tersebut.
Tags:

Berita Terkait