Pengacara Pem-Bully Presiden Ajukan Penangguhan Penahanan
Berita

Pengacara Pem-Bully Presiden Ajukan Penangguhan Penahanan

Presiden Jokowi sebagai korban penghinaan diharap bijak dalam menanggapi kasus itu.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Bareskrim Mabes Polri. Foto: SGP
Bareskrim Mabes Polri. Foto: SGP
Pengacara tersangka bully atau penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo telah mengajukan penangguhan penahanan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

"Dengan dukungan masyarakat luas semoga bisa ditangguhkan penahanannya," kata Abdul Aziz selaku pengacara tersangka berinisial MA, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/10).

Abdul Aziz berharap pihak kepolisian mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersebut bahkan dibebaskan dari tuduhan tersebut.

"Kami harap kasusnya diringankan atau dibebaskan," kata Abdul Aziz yang mengunjungi Mabes Polri bersama Ibu tersangka, Mursidah.

Kendati belum menemui tersangka, namun Abdul Aziz menerangkan saat ini MA sedang mengalami depresi akibat menyaksikan berbagai pemberitaan di televisi mengenai kasus yang sedang dialaminya.

"Kami akan segera ke RS Kramat Jati untuk melihat kondisi MA yang katanya sedang depresi melihat pemberitaan di televisi," kata Abdul Aziz.

Selain upaya penangguhan, pengacara tersebut juga akan mencoba untuk menyurati Presiden Joko Widodo dan melakukan permohonan maaf.

"Sudah kami buat (surat ke Presiden Joko Widodo) dan kami mencoba untuk menemui beliau, semoga bisa dimaafkan," kata Abdul Aziz.

Di tempat terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Kamil Razak mengatakan permohonan penangguhan penahanan yang diajukan pengacara tersangka bisa saja dikabulkan pihak kepolisian.

Kamil menjelaskan dalam mengambil keputusan untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan, penyidik harus mempelajari kasus dan surat yang diajukan dari pihak tersangka.

"Penyidik akan mempelajari apakah bisa (dikabulkan). Biasanya permohonan bisa ditangguhkan dengan syarat tidak mengulangi perbuatan, tidak menghilangkan barang bukti, tidak mempengaruhi saksi, dan tidak melarikan diri," kata Kamil.

Sementara itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Polri proporsional dan profesional dalam menangani kasus penghinaan melalui media sosial terhadap Presiden Joko Widodo yang dilakukan MA, seorang pegawai pengusaha sate.

"Polisi juga perlu mempertimbangkan apakah pelaku penghinaan itu perlu ditahan atau tidak," kata Komisioner Kompolnas Edi Hasibuan.

Edi setuju penyidik tetap memproses MA atas tindak pidana yang dilakukannya, namun Kompolnas menilai Polri perlu mempertimbangkan apakah langkah menahan pelaku menjadi keharusan.

Edi menambahkan kasus penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan kasus pidana yang harus diberikan konsekuensi hukum.

Namun, Kompolnas mempertanyakan langkah Polri yang menahan MA pada 23 Oktober 2014, padahal kasus yang dilaporkan pengacara Henry Yosodiningrat itu terjadi sejak Juli 2014.

"Jangan kesan di mata masyarakat karena pelakunya orang kecil dan korbannya kini Presiden maka Polri bersemangat dan memberikan respons berlebihan," ujar Edi.

Lebih lanjut, Edi meyakini Presiden Jokowi sebagai korban penghinaan akan bijak dalam menanggapi kasus itu. Sebelumnya, MA ditangkap kepolisian Mabes Polri di rumahnya, Kamis (23/10), karena diduga melakukan tindak pencemaran nama baik dan pornografi setelah memuat gambar Presiden Joko Widodo melalui akun Facebook-nya.
Tags:

Berita Terkait