Akhirnya, KIH Pilih Pimpinan DPR Tandingan
Berita

Akhirnya, KIH Pilih Pimpinan DPR Tandingan

KMP menilai tak ada aturan hukum yang mengatur keberadaan dualisme dalam parlemen.

Oleh:
RFQ/ASH
Bacaan 2 Menit
Formasi pimpinan DPR yang diketuai Setya Novanto mendapat mosi tidak percaya. Foto: RES
Formasi pimpinan DPR yang diketuai Setya Novanto mendapat mosi tidak percaya. Foto: RES
Koalisi Indonesa Hebat (KIH) akhirnya memilih pimpinan DPR tandingan. Pemilihan dilakukan oleh lima fraksi, yakni PDIP, Hanura, PKB, Nasdem, dan PPP. Rapat perdana DPR tandingan yang digelar di ruang KK II, di Gedung Nusantara itu tidak dihadiri seluruh anggota partai dari KIH. Fasilitas pun terlihat minim dan tak ada pegawai Sekretariat Jenderal (Sekjen). Pemandangan rapat paripurna DPR tandingan tidak pada umumnya.

“Kita lakukan pemilihan pimpinan DPR sementara,” ujar anggota DPR dari F-PKB, Abdul Kadir Karding di Gedung DPR, Jumat (31/10).

Berdasarkan usulan lima fraksi itu, pimpinan yang diusung adalah Ida Fauziyah dari F-PKB, Effendi Simbolon dari F-PDIP, Syaifullah Tamliha dari F-PPP, Sugian dari F-Nasdem, dan Dosi Iskandar dari Fraksi Hanura. Kelima orang pimpinan itu ditetapkan sebagai pimpinan DPR sementara.

Namun berdasarkan rapat tersebut, belum ditetapkan sebagai pimpinan DPR definitif versi KIH. Dikatakan Kadir, pihaknya sudah menghubungi pihak Sekjen DPR. Namun faktanya, tak ada orang Sekjen yang menghadiri paripurna tersebut. Ia menilai pihak kesekjenan telah melakukan pelanggaran.

“Padahal kemarin Sekjen sudah oke,” ujarnya.

Sementara, Ida Fauziyah yang memimpin rapat mengatakan telah menerima nama anggota dari lima fraksi. DPR tandingan pun masih menunggu lima fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) untuk menyerahkan nama. Atas dasar itulah, alat kelengkapan dewan versi DPR tandingan telah ditetapkan.

“Kita sudah tetapkan anggota alat kelengkapan dewan. Rapat konsultasi Senin (3/11),” ujarnya.

Perihal publik menilai negatif DPR tandingan, Ida meminta masyarakat bersabar. Menurutnya, KIH menginginkan proses politik dilakukan secara demokratis dan tidak mengesampingkan kelompok lain. Ia memastikan DPR tandingan akan bekerja dengan didahului rapat konsultasi sebelum dilakukan pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan versi DPR tandingan.

Mantan Ketua Komisi VIII DPR periode 2009-2014 itu tak dapat menjelaskan secara perspektif hukum tentang pembentukan DPR tandingan. Menurutnya, upaya tersebut akibat mosi tidak percaya terhadap DPR di bawah kepemimpinan Setya Novanto, Agus Hermanto, Fahri Hamzah, Fadli Zon dan Taufik Kurniawan.

“(Dasarnya, red) mosi tidak percaya,” ujarnya.

Anggota DPR dari F-PPP Asrul Sani membacakan pernyataan mosi tidak percaya terhadap DPR kepemimpinan Setya Novanto. Dalam pernyataan sikap KIH, pelaksanaan demokrasi dan konstitusional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Menurutnya, merujuk pada Pasal 31 ayat (1) Tatib DPR, pimpinan DPR mestinya menindaklanjuti aspirasi anggota dewan.  Dikatakan Asrul, KIH merasa prihatin terhadap kondisi DPR. Pasalnya, aspirasi anggota dewan dari fraksi partai KIH diabaikan pada paripurna Selasa (28/10).

“Bahwa sudah tidak dihormati lagi prinsip musyawarah mufakat sehingga pimpinan DPR (Setya Novanto Cs, red) sengaja menciptakan kondisi yang tidak adil  dan memaksakan kehendak pada kelompk tertentu untuk mendapat kekuasaan. Demi menjaga keseimbangan dan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara, kami menyatakan mosi tidak percaya terhadap pimpinan,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengaku tak mau ambil pusing dengan munculnya DPR tandingan dari KIH. Ia menilai tak ada aturan hukum yang mengatur keberadaan dualisme dalam parlemen.

“Kita tidak menganggap itu ada, karena tidak ada landasan hukum, sehingga bukan apa-apa, karena memang tidak ada,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, pimpinan yang sah telah diambil sumpah di depan Ketua Mahkamah Agung. Malahan, telah mengadakan rapat paripurna yang dihadiri seluruh fraksi. Kendati demikian, ia masih membuka peluang jika KIH mengikuti aturan sesuai dengan Tatib dan menginginkan pimpinan komisi.

“Sekarang kita harus melihat kenyataan yang ada. Solusinya kita harus melanjutkan koordinasi dan Tatib itu bisa diubah,” pungkasnya.

Belum ada permintaan sumpah

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansyur, mengatakan belum adanya informasi permintaan sumpah bagi pimpinan DPR tandingan. Sekalipun adanya permintaan, MA bakal melihat terlebih dahulu landasan hukum yang ada. “Itu kan belum pernah terjadi, DPR itukan dipilih oleh rakyat.  Nah klo separuh lalu separuhnya lagi kemana. Lalu balik lagi ke asas saja, kita ini kan negara hukum,” ujarnya.

Menurutnya, sebagai sikap lembaga mesti mengacu pada aturan hukum yang berlaku. Kendati demikian, ia tidak memberikan kepastian dapat tidaknya lembaganya melakukan sumpah terhadap pimpinan DPR tandingan. “Saya tidak mengatakan iya atau tidak, karena itu sangat debatable mungkin. Tapi wacana itu belum sampai infonya. Kita juga belum dapat apapun dari pimpinan (MA,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait