MK: Wewenang Menkeu Blokir Anggaran Konstitusional
Berita

MK: Wewenang Menkeu Blokir Anggaran Konstitusional

Memberi atau menghapus tanda bintang dalam mata anggaran justru bentuk kehati-hatian.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak pengujian Pasal 8 huruf c UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 7 ayat (2) hurub b UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang diajukan dua dosen. Dalam putusan, MK menganggap ketentuan yang mengatur kewenangan menteri keuangan untuk membintangi anggaran tidak bertentangan konstitusi. 

“Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 95/PUU-XI/2013 di ruang sidang pleno MK, Selasa (11/11).  

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan menteri keuangan dalam posisinya sebagai bendahara negara yang berfungsi sebagai pelaksana pengelolaan keuangan negara secara konstitusional dibenarkan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran, termasuk tidak mencairkan anggaran apabila dokumen sebagai syarat administratif tidak terpenuhi atau keadaan keuangan negara tidak memungkinkan. Sebab, Menteri Keuangan sebagai Bendahara Keuangan Negara yang paling mengetahui.

“Ini tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum dan prinsip kepastian hukum yang adil,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan.

Menurut Mahkamah potensi penyalahgunaan kewenangan oleh Pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan, untuk menunda pencairan (pemberian tanda bintang), tentunya dapat dicegah atau dihindari melalui fungsi pengawasan DPR dan BPK. “Mekanisme inilah yang menjadi bagian pelaksanaan APBN secara terbuka dan bertanggung jawab,” lanjut Arief.

Dia menambahkan adanya persyaratan memberi atau menghapus tanda bintang dalam mata anggaran justru bentuk kehati-hatian yang menjadi bagian penting pertanggungjawaban keuangan negara oleh Pemerintah, dalam hal ini oleh Menteri Keuangan. Sekaligus, menjamin adanya kepastian hukum, tak hanya bagi pelaksana keuangan negara dan kementerian negara/lembaga. Namun, memberikan kepastian hukum bagi warga negara supaya terwujud sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kuasa hukum para pemohon, Awan Puryadi mengatakan salah satu fakta mengenai subjektivitas penggunaan kewenangan memblokir anggaran tersebut bisa dilihat dari pemblokiran alokasi anggaran optimalisasi Kementerian Pertahanan sebesar Rp678 miliar yang terjadi pada tahun anggaran 2012 lalu. Proses pemblokiran tersebut dilakukan oleh menteri keuangan secara tertutup, tidak transparan dan hanya didasarkan permintaan Sekretariat Kabinet saja.

“Kami setuju kalau alasannya administrasi, tetapi dalam contoh kasus anggaran Kementerian Pertahanan, dimana blokir dilakukan karena ada surat Sekretariat Kabinet ada indikasi korupsi dong, itu tidak ada kaitannya dengan administrasi.”

Uji materi pengujian Pasal 8 huruf c UU Keuangan Negara dan Pasal 7 ayat (2) huruf b UU Perbendaharaan Negara ini dimohonkan dua akademisi, yaitu Anton Ali Abbas, dosen kajian terorisme di  Universitas Pertahanan dan Aan Eko Widiarto, dosen ilmu hukum di Universitas Brawijaya.

Pemohon merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya baik secara potensial maupun faktual, akibat berlakunya kedua pasal tersebut.Menurut pemohon, kewenangan yang dimiliki Menkeu untuk mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran itu bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 20A ayat (1) UUD 1945.

Pemohon menilai saat anggaran telah disetujui DPR, kewenangan Menteri Keuangan untuk mengesahkan dokumen seharusnya tidak diperlukan lagi.
Tags: