Ini Isi Tiga POJK Soal LKM
Berita

Ini Isi Tiga POJK Soal LKM

Mulai dari perizinan, penyelenggaraan usaha hingga pengawasan LKM.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ini Isi Tiga POJK Soal LKM
Hukumonline
Dari enam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), tiga di antaranya terkait Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Firdaus Djaelani mengatakan, ketiga POJK tersebut mengatur mulai dari perizinan usaha, penyelenggaraan usaha hingga pengawasan terhadap LKM.

"Potensi pembiayaan LKM cukup besar. UU LKM, bertujuan bagaimana keinginan pemerintah bersama DPR percepat pembangunan di wilayah atau daerah kecil," kata Firdaus di Jakarta, Rabu (19/11).

Pertama, POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro. Dalam aturan ini, diatur mengenai bentuk badan hukum LKM, yakni perseroan terbatas dan koperasi. LKM dapat dimiliki oleh perorangan yang berwarga negara Indonesia, badan usaha milik desa atau kelurahan, pemerintah kabupaten/kota hingga koperasi.

Jumlah minimum modal yang disetor sebesar Rp50 juta untuk tingkat desa/kelurahan, Rp100 juta untuk tingkat kecamatan dan Rp500 juta untuk tingkat kabupaten/kota. Dalam aturan ini juga mengatur mengenai tata cara pembukaan, operasional dan penutupan kantor cabang LKM. Bukan hanya itu, aturan ini juga memuat mengenai transformasi LKM yang menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

"Transformasi ini bisa dilakukan apabila LKM tersebut melakukan kegiatan lintas kabupaten/kota," kata Firdaus.

Kedua, POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro. Dalam aturan ini, mengatur tentang jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat. Bisa dalam bentuk pengelolaan simpanan maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

"Kegiatan usaha LKM tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip kehati-hatian, misalnya dengan melakukan analisis kelayakan pemberian jaminan," kata Firdaus.

POJK ini juga mengatur mengenai kesehatan LKM. Jika LKM tersebut tidak memenuhi tingkat kesehatan, terdapapt klausul mengenai langkah-langkah penyehatan yang dapat dilakukan LKM. "LKM harus memenuhi rasio likuiditas dan rasio solvabilitas dan wajib menyampaikan laporan berkala ke OJK," kata Firdaus.

Sedangkan yang ketiga, POJK Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro. Dalam aturan ini, OJK melakukan koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah serta Kementerian Dalam Negeri. Untuk pembinaan dan pengawasan terhadap LKM didelegasikan kepada pemerintah kabupaten/kota.

Selain itu, aturan ini juga memuat mengenai pemeriksaan terhadap LKM. Agar, memperoleh keyakinan mengenai kondisi LKM yang sebenarnya, meneliti kesesuaian kondisi LKM dengan peraturan perundang-undangan dan memastikan bahwa LKM telah melakukan upaya agar bisa memenuhi kewajiban kepada nasabah.

"Pemeriksaan dilakukan apabila terdapat dugaan adanya pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundangan berdasarkan analisa laporan berkala atau laporan pengaduan dari masyarakat," kata Firdaus.

Ketiga peraturan ini juga memuat mengenai sanksi, yakni sanksi administratif yang ditetapkan berdasarkan berat ringannya pelanggaran. Atas dasar itu, lanjut Firdaus, LKM diminta untuk menjalankan fungsinya sesuai peraturan. "Jika ada LKM yang menolak atau menghambat proses pemeriksaan, yaitu berupa sanksi pemberhentian kepada direksi atau pengurus," katanya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menegaskan, Otoritas akan serius memantau penyelenggaraan mengenai usaha mikro ini. Hal tersebut dilakukan untuk memitigasi terjadinya risiko. "Butuh dimitigasi risiko. Makanya penguatan pengawasan diperlukan. OJK akan serius pantau secara dekat, pengawasan kepada mereka," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait