RUU Pemindahan Narapidana Ditargetkan Masuk Prolegnas Lima Tahunan
Utama

RUU Pemindahan Narapidana Ditargetkan Masuk Prolegnas Lima Tahunan

Hingga kini naskah akademik masih disusun pemerintah.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Pemerintah menargetkan RUU Pemindahan Narapidana untuk masuk program legislasi nasional (prolegnas) lima tahunan. Hingga kini, pemerintah masih menyusun naskah akademik RUU tersebut. Setelah itu, RUU harus dibahas antar stakeholder.

"Masih disusun naskah akademiknya, kemudian nanti akan dibahas lagi antar kementerian. Paling tidak ini masuk di Prolegnas lima tahunan," kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Wicipto Setiadi kepada hukumonline, Jumat (21/11).

Menurutnya, jika penyusunan naskah akademik hingga harmonisasi telah dilakukan, RUU Pemindahan Narapidana baru bisa dibawa ke DPR untuk dibahas bersama pemerintah. Pembahasan tersebut tergantung dari persiapan rancangan yang tengah dilakukan oleh pemerintah di tahun 2015.

Sebaliknya, jika persiapan tersebut belum bisa dilakukan hingga tahun ini bergulir, maka pembahasan RUU antara DPR dan pemerintah bisa dilakukan pada tahun 2016. Atas dasar itu, pembahasan RUU Pemindahan Narapidana tergantung dari persiapan penyusunan naskah akademik yang tengah digodok pemerintah.

"Nah, ini tentu saja mau dibahas di 2015, atau kapan, tergantung dari persiapan rancangan itu. Kalau sekarang secara teknis naskah akademiknya, rapat antar kementerian sudah siap, harmonisasi sudah selesai, itu bisa masuk ke 2015. Tapi kalau belum bisa yg berikutnya," tutur Wicipto.

Menurutnya, RUU Pemindahan Narapidana tersebut merupakan inisiatif dari Kejaksaan Agung. Meski begitu, saat pembahasan di DPR nanti, Kemenkumham tetap menjadi wakil dari pemerintah. "Kalau tidak salah inisiatif Kejaksaan Agung. Jadi, disepakati untuk pemrakarsanya kejaksaan agung. Tapi nanti yang mewakili pemerintah di DPR, Kemenkumham," katanya.

Sebagaimana dikutip laman Ditjen PP, telah dilakukan kegiatan sosialisasi RUU tentang Pemindahan Narapidana pada akhir Oktober 2014 lalu. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat (stakeholder) terhadap suatu RUU yang sedang disusun oleh pemerintah sebelum diajukan ke DPR.

Dalam acara tersebut, hadir mantan Dirjen PP Kemenkumham, Abdul Wahid Masru sebagai pembicara utama. Dalam paparannya, Masru menyampaikan pokok-pokok pikiran RUU tersebut. Selain itu, ia juga menyampaikan instrumen hukum terkait pemindahan narapidana, pertimbangan Transfer of Sentenced Person (TSP), prinsip-prinsip dalam pemindahan narapidana, serta beberapa hal yang memerlukan masukan dan saran terkait RUU tersebut.

Selain itu, sosialisasi juga menghadirkan sejumlah pembahas. Seperti, Muladi, Octaviano Alumudin dan Eva Achjani Zulfa. Dalam pemaparannya, Octaviano memberikan pertimbangan mengenai Transfer of Sentence Person (TSP). Menurutnya, TSP perlu mempertimbangkan aspek kemanusiaan, rehabilitasi, mendukung penegakan dan kerja sama hukum dan perlindungan HAM bagi narapidana WNI di negara asing.

Dalam acara tersebut, Muladi menyampaikan mengenai konsep pengaturan ideal tentang pemindahan narapidana internasional. Menurutnya, sejumlah hal mengenai legal spirit harus ada dalam konsideran dan ketentuan umum RUU. Misalnya, definisi sentence, state parties, perbedaan continued enforcement versus conversion of sentence. Selain itu, ia juga menjelaskan mengenai tujuan, manfaat dan persyaratan pemindahan narapidana, proses pemindahan, dan pengaturan pasca pemindahan.

Sedangkan Eva menjelaskan mengenai kendala terbesar pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, mekanisme konveksi pelaksanaan hukuman di negara penerima, perhitungan kualifikasi tindak pidana, standar internasional untuk narapidana anak usia 14-18 tahun, serta rezim-rezim pemindahan narapidana.

Bukan hanya itu, ia mengatakan, untuk kasus trafficking terkadang sulit untuk menemukan orang tua atau keluarganya, sehingga perlu dipertimbangkan apakah dimungkinkan persyaratan persetujuan diperluas dengan memberikan kewenangan kepada Kementerian Luar Negeri atau melalui jalur diplomasi.
Tags:

Berita Terkait