Permenkominfo Konten Negatif Digugat ke MA
Utama

Permenkominfo Konten Negatif Digugat ke MA

Pemblokiran ‘konten yang dilarang’ ini membatasi hak dan kebebasan memperoleh informasi yang dijamin UUD 1945 dan UU Keterbukaan Informasi Publik.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: Sgp
Foto: Sgp
[]


“Pemblokiran ‘konten yang dilarang’ ini membatasi hak dan kebebasan memperoleh informasi yang dijamin UUD 1945 dan UU Keterbukaan Informasi Publik,” kata Robert.  

Menurutnya, seharusnya materi yang diatur dalam Permenkominfo itu diatur dalam undang-undang agar menjamin adanya partisipasi publik dalam pembahasannya, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam tindakan pembatasannya.

Meski terbitnya Permenkominfo itu mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, tetapi seharusnya larangannya tidaklah melebihi tindakan yang sudah ditetapkan dalam kedua undang-undang itu. Misalnya, Pasal 27-29 UU ITE hanya melarang tindakan/perbuatan yang berisikan situs bermuatan pornografi.

Perwakilan dari ELSAM, Wahyudi Djafar berharap Permenkominfo yang diterbitkan bulan September 2014 ini dapat dibatalkan MA. Sebab, materi yang termaktub dalam Permenkominfo 19/2014 ini dinilainya masih multitafsir terutama menyangkut definsi konten perbuatan negatif.
“Kami berharap MA membatalkan materi Permenkominfo ini karenabertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan lain-lain,” harapnya.

Ia menilai tindakan pemblokiran yang diatur Permen ini, implementasinya justru membatasi hak asasi manusia, terkait kebebasan mendapatkan informasi dan berekspresi. “Wadah pengaturannya pun tidak tepat, seharusnya diatur oleh undang-undang. Tetapi, bisa saja pengaturan dalam Permen ini bisa dimasukkan dalam revisi dalam UU ITE,” katanya.
Versi Bahasa InggrisSejumlah LSM mengajukan uji materi terhadap Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif ke Mahkamah Agung (MA). Pasalnya, Permenkominfo ini dinilai gagal merumuskan definisi konten bermuatan negatif sehingga banyak konten yang sebenarnya tidak negatif, tetapi tetap diblokir.

Misalnya, situs edukasi air susu ibu, rainbowmodel, dan emodels.co.uk, hanya karena ada kata ‘model’ diblokir oleh pemerintah karena berbau unsur pornografi. Padahal, konten yang ada di dalamnya menyangkut produk platik model kit yang tidak terkait dengan unsur pornografi.       

“Hal ini memiliki implikasi serius pada perlindungan hak asasi, karena tanpa ada batasan yang jelas yang dimaksud konten negatif, konten apapun di internet yang sebenarnya dikategorikan bukan konten negatif, tetapi diblokir,” ujar salah satu perwakilan pemohon, Robert Sidauruk dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) di Gedung MA, Jumat (21/11).

Selain ICJR, tercatat sebagai pemohon yaitu Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Perkumpulan Mitra TIK Indonesia (ICT Watch), serta beberapa individu. 

Robert menilai Permenkominfo No. 19 Tahun 2014 tidak memiliki dasar acuan undang-undang yang jelas dalam pemberian kewenangan pada Keminfo untuk menilai apakah suatu situs bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau tidak. Terlebih lagi untuk memblokir atau menutup situs bersangkutan.
Tags:

Berita Terkait