Perbanyak Investor Domestik, UU Pasar Modal Perlu Diubah
Utama

Perbanyak Investor Domestik, UU Pasar Modal Perlu Diubah

Apalagi menjelang MEA 2015, perlu payung hukum yang memadai di sektor pasar modal.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Keberadaan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dinilai sudah tak sesuai dengan zaman. Atas dasar itu, sejumlah anggota DPR menyarankan perlu direvisinya UU tersebut. Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate mengatakan, salah satu tujuan revisi adalah untuk memperbanyak investor domestik.

Selama ini, lanjut politisi dari Partai Nasional Demokrat itu, peran asing di pasar modal lebih mendominasi. Untuk menyeimbangkan dominasi peran asing tersebut diperlukan partisipasi investor domestik. “Asing mendominasi, untuk membuat seimbang perlu dengan partisipasi investor domestik,” kata Johnny di Komplek Parlemen di Jakarta, Senin (24/11).

Ia meyakini melalui regulasi yang setara UU, persoalan sedikitnya investor lokal di pasar modal bisa diatasi. Menurut Johnny, dengan meningkatnya jumlah investor asing maka kepemilikan saham di pasar modal juga turut meningkat. “Untuk memungkinkan hal itu, partisipasi investor domestik harus tinggi,” katanya.

Hal sama juga diutarakan Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar M Misbakhun. Menurutnya, dengan masuknya pasar bebas Asean atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), perlu ada payung hukum memadai di sektor pasar modal. Ia berharap RUU Pasar Modal nantinya lebih mengedepankan kepentingan nasional.

“Perlu UU Pasar Modal yang lebih memadai, modern, regulatif, tetapi bisa akomodasi kepentingan-kepentingan nasional kita juga,” kata Misbakhun.

Hal ini berkaitan dengan cross border offering atau penawaran umum yang dilakukan satu emiten secara bersamaan di dua negara atau lebih. Menurut Misbakhun, sebelum cross border offering dibolehkan, pasar modal Indonesia harus didominasi oleh investor domestik agar lebih kuat.

Bukan hanya itu, dalam RUU Pasar Modal juga perlu diatur secara tegas mengenai larangan insider trading atau kejahatan orang dalam. Misalnya, jika emiten tersebut adalah perusahaan BUMN, maka underwritter atau penjamin emisi efek tidak boleh dari BUMN juga.

“Diatur dengan kuat insider trading. Emiten BUMN, underwritter tidak boleh BUMN,” kata Misbakhun.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad, tak menampik peran investor asing mendominasi pasar modal Indonesia. Sekitar 64 persen saham di pasar modal Indonesia dimiliki oleh asing. Persoalan ini muncul lantaran Indonesia tak memiliki basis investor lokal yang kuat.

Ia menilai, salah satu alasannya lantaran pengetahuan mengenai sektor pasar modal masih banyak yang belum paham oleh masyarakat Indonesia. Menurutnya, peran sosialisasi dan edukasi menjadi hal yang penting untuk membanyak basis investor lokal Indonesia.

“Terdapat sekitar 400 ribuan investor lokal, makanya wajib perbesar basis investor lokal. Edukasi dan sosialisasi jadi concern penting,” kata Muliaman.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida, sepakat bahwa insider trading dilarang dalam pasar modal. Dalam UU Pasar Modal, insider trading bisa dikategorikan sebagai pidana pasar modal. Namun, pembuktian dalam persoalan ini diakuinya sangat sulit.

“Memang mungkin pembuktian itu sulit. Kalau ada indikasi insider trading akan dilakukan pemeriksaan sesuai ketentuan berlaku,” kata Nurhaida.

Mengenai emiten dan underwritter-nya BUMN, hal tersebut tak dilarang dalam UU Pasar Modal. Menurutnya, hal tersebut masih diperbolehkan sepanjang transparan. “Emiten BUMN, underwritter-nya juga, yang akan jadi public dalam ketentuan dibolehkan sepanjang didisclouse, sepanjang transparan,” katanya.

Terkait MEA, lanjut Nurhaida, hal ini merupakan komitmen sejumlah pimpinan negara termasuk Indonesia sejak tahun 2004. Ia sepakat, serangkaian persiapan termasuk memperbanyak jumlah investor lokal perlu dilakukan, termasuk cross border offering. “Kita perlu siapkan persiapan internal,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait