Pemerintahan Jokowi Diminta Tak Khawatir Interpelasi
Berita

Pemerintahan Jokowi Diminta Tak Khawatir Interpelasi

Sangat berlebihan jika berujung impeachment.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Misbakhun. Foto: Sgp
Misbakhun. Foto: Sgp
Sejumlah anggota dewan sudah bergerak menggalang dukungan mengajukan hak interpelasi terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terkait kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun pemerintahan Jokowi diminta tak khawatir karena itu merupakan hal biasa untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah. Hal ini disampaikan anggota Komisi XI Mukhamad Misbakhun dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Selasa (25/11).

Ia berpandangan hak interpelasi melekat di setiap anggota dewan dan diatur dalam UU. Dalam mengajukan hak interpelasi, jumlah anggota dewan minimal 25 orang. Sejauh ini, kata Misbakhun, setidaknya sudah terdapat 157 anggota dewan lintas fraksi yang menandatangani pengajuan hak interpelasi. Ia merinci anggota Fraksi Golkar 53, 31 anggota F-PKS, 50 anggota F-Gerindra, dan 23 anggota F-PAN. Jumlah itu akan mengalami penambahan.

Misbakhun mengatakan, beberapa pertanyaan yang bakal disuarakan anggota dewan seputar alasan kebijakan pemerintah menaikan harga BBM, hingga  pengalihan subsidi konsumsi ke sektor produktif. Ia meminta masyarakat tak memposisikan penggunaan hak interplasi bakal berlanjut ke penggunaan hak menyatakan pendapat dan hak angket.

“Adalah wajar anggota DPR mempertanyakan itu. Sebelum kenaikan BBM itu sudah ada kenaikan harga cabe dan kebutuhan pokok lainnya, ini daftar pertanyaan yang kita ajukan,” ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi Nasdem Jhonny G Plate mengatakan, penggunaan hak interpelasi merupakan hak anggota dewan yang mesti dihormati. Namun, penggunaan hak interpelasi bukan tidak mungkin bakal berdampak pada bidang hukum dan lainnya. Oleh sebab itu, kata Jhonny, penggunaan hak interpelasi oleh anggota dewan perlu diantisipasi.

Sebagai partai pendukung pemerintah, Jhonny menjelaskan alasan pemerintah mengambil kebijakan menaikan harga BBM. Ia berpandangan anggaran subsidi BBM sebesar Rp700 triliun yang diperuntukan bagi rakyat dalam bentuk aktivitas konsumtif. Oleh sebab itu jika dibiarkan bakal berdampak pada APBN.

Pemerintah pun mengambil kebijakan dengan mengalihkan subsidi dari sektor konsumtif menjadi sektor produktif seperti pembangunan infrastruktur, pembangunan irigasi, dan jembatan. Dengan begitu, partisipasi masyarakat dilibatkan. “Ini tujuan negara kita, bukan membuat masyarakat ketergantungan. Dengan dasar itu kami berpendapat interplasi masuk akal karena mereka belum memahami (alasan pemerintah, red),” ujarnya.

Jhonny berpandangan penggunaan hak interpelasi teramat prematur. Ia berpandangan penggunaan hak interpelasi dilakukan sepanjang telah adanya rapat kerja antara pemerintah dan DPR. Namun faktanya, pemerintah belum sekalipun melakukan rapat kerja dengan DPR. Ya, alasannya lantaran DPR masih terbelah.

“Kami berharap diurungkan dulu, sampai DPR menyelesaikan masalah internalnya dan menyelesaikan revisi UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta mengisi alat kelengkapan dewan. Kemudian bekerja, kalau dinilai ada yang kurang dan mau interpelasi monggoh,” katanya.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, berpandangan penggunaan hak interpelasi merupakan hak anggota dewan yang harus diinstitusionalisasi. Menurutnya, yang dimintakan keterangan adalah kebijakan pemerintah. Interpelasi dapat dilakukan sepanjang kebijakan tersebut bersifat strategis dan berdampak pada negara.

“Sisi teknisnya hak interpelasi susah-susah mudah, kalau inisasinya 25 orang  dan harus dibawa ke paripurna. Kalau tidak musyawarah maka voting dan biasanya gaduh. Padahal ujungnya ketika presiden memberikan penjelasan dan selesai, tapi BBM tetap naik,” katanya.

Refly berpandangan jika tujuan DPR meminta keterangan, maka cukup menggunakan hak bertanya anggota dewan seperti layaknya rapat kerja antara komisi dengan pemerintah. Menurutnya, interpelasi merupakan hak istimewa yang luar biasa yang diberikan konstitusi.

Ia sependapat dengan Misbakhun, interpelasi yang dilakukan DPR bakal berujung impeachment teramat berlebihan. “Kalau interpelasi terkait kebaikan BBM ujungnya impeachment itu kejauhan. Kalau kebijakan ini dianggap salah maka sah-sah saja presiden menurunkan harga BBM, jadi kebijakan itu bisa dikoreksi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait