Profesi Akuntan Butuh UU Pelaporan Keuangan
Utama

Profesi Akuntan Butuh UU Pelaporan Keuangan

Setidaknya terdapat tiga substansi yang diatur mulai dari kelembagaan, tata pelaksanaan hingga sumber daya manusia.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: http://kongres-xi-iai.blogspot.com
Foto: http://kongres-xi-iai.blogspot.com
Profesi akuntan dianggap membutuhkan sebuah regulasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Regulasi tersebut dikemas dengan nama UU Pelaporan Keuangan. Anggota Dewan Pengurus Nasional (DPN) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dwi Setiawan mengatakan, regulasi ini nantinya yang menjadi dasar bagi akuntan dalam menyajikan laporannya.

“Akuntansi bukan hanya mengaudit, tapi juga bagaimana menyajikan laporan keuangan,” kata Dwi saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (25/11).

Menurutnya, terdapat tiga substansi yang bisa diatur dalam UU ini. Ketiganya adalah aspek kelembagaan, aspek tata pelaksanaan dan sumber daya manusia. Ia percaya keberadaan UU Pelaporan Keuangan ini bisa berdampak kepada ekonomi yang positif bagi Indonesia.

Dwi menilai, keberadaan UU Pelaporan Keuangan ini juga bisa menjawab tantangan profesi akuntan dalam menghadapi global. Bahkan, keberadaan UU ini juga menjadi dasar dalam menghadapi berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Bukan hanya itu, UU ini juga nantinya bisa berkembang dengan adanya kewenangan audit kinerja bagi akuntan.

“Kami identifikasi, ternyata butuh regulasi untuk tumbuh kembangkan sektor ekonomi dengan memanfaatkan tenaga akuntan profesional,” kata Dwi.

Ia menuturkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara. Menurutnya, aturan ini memuat sejumlah syarat bagi seseorang untuk menjadi akuntan yang diakui oleh negara.

Menurutnya, untuk menjadi akuntan, seseorang tidak hanya bermodalkan sarjana strata 1 saja, tapi juga harus mengikuti ujian sertifikasi yang diselenggarakan asosiasi profesi akuntan. Ia percaya proses sertifikasi ini bisa melahirkan akuntan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan.

Dalam aturan ini, lanjut Dwi, juga diatur mengenai peluang akuntan untuk membuka kantor jasa akuntansi, yang meliputi jasa pembukuan, jasa kompilasi laporan keuangan, jasa manajemen, akuntansi manajemen, konsultasi manajemen, jasa perpajakan, jasa prosedur yang disepakati atas informasi keuangan dan jasa sistem teknologi informasi. Tujuannya agar hasilnya bisa lebih berkualitas.

Anggota Komisi XI Khaerul Saleh menyambut baik usulan pembentukan UU Pelaporan Keuangan ini. Menurutnya, keberadaan UU ini bisa menunjang kemajuan ekonomi Indonesia. “Kalau bisa segera dibahas agar bisa menunjang peran profesi akuntan dalam memajukan perekonomian bangsa,” kata politisi dari Partai Gerindra ini.

Wakil Ketua Komisi XI Jon Erizal sepakat bahwa peran akuntan harus dioptimalkan lagi. Ia berharap profesi akuntan bisa ikut mensosialisasikan kepada masyarakat agar tak terlena dengan penetapan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) tak selalu bebas dari kasus korupsi.

“Sosialisasi ini saya lihat penting. Jangan sampai apalagi di tingkat kepala daerah, WTP dianggap segala-galanya, sehingga mereka terpilih,” ujar politisi dari Partai Amanat Nasional ini.

Padahal, lanjut Jon, penetapan WTP adalah semata-mata bahwa penyajian laporan keuangan yang diberikan kepada pemeriksa benar. Atas dasar itu, pemeriksaan laporan keuangan harus benar-benar firm, dengan menghitung indikasi dugaan terjadinya kecurangan sebelum dikeluarkan keputusan opini.

“Saya rasa wajib didalami dahulu sebelum keluarkan keputusan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait