Kuasa Hukum Anggap JPU Bingung
Pembunuhan Berencana:

Kuasa Hukum Anggap JPU Bingung

Dua pekan lagi, kasus pembunuhan Ade Sara diputus.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jakpus. Foto: Sgp
Gedung PN Jakpus. Foto: Sgp
Kuasa hukum Ahmad Imam al-Hafitd, terdakwa kasus pembunuhan berencana, telah membacakan duplik atas replik yang diajukan penuntut umum di PN Jakarta Pusat, Selasa (25/11). Hafitd dituntut hukuman seumur hidup –sama seperti terdakwa lain Assyifa Ramadhani—atas pembunuhan berencana Ade Sara Angelina Suroto

Dalam dupliknya, Hendrayanto, pengacara Hafitd, menilai penuntut umum bingung merumuskan dakwaan terutama menguraikan unsur berencana dalam kasus pembunuhan berencana Ade Sara.

Selain itu, dalam dupliknya, Hendrayanto, menggarisbawahi tiga hal. Pertama, azas legalitas. Asas “nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali” mengandung arti tiada tindak pidana dan tiada hukuman tanpa adanya suatu undang-undang (peraturan) pidana terlebih dahulu yang mengatur tindak pidana tersebut. Ini juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, ‘suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada’.

Merujuk pada keterangan saksi dan alat bukti lain di persidangan, Hendrayatno yakin penuntut umum tak berhasil menguraikan kesesuaian yang mengarah pada pembunuhan berencana. “Sangat jelas JPU sangat kebingungan,” ujarnya.

Kedua, azas tiada pidana tanpa kesalahan. Hendrayanto menilai jaksa tak mengerti bahkan tak tahu bahwa di dalam persidangan atau nota pembelaan, pengacara terdakwa tidak mengingkari adanya kejahatan pembunuhan. Tetapi, JPU dianggap tidak memahami rumusan penerapan hukum. JPU memberikan jawaban dan mencari-cari jawaban hal yang bukan dipertanyakan.

Ketiga, terkait replik penuntut umum yang menjelaskan bahwa Penasihat hukum terdakwa Hafitd dalam pembelaannya tidak memiliki alasan yang kuat untuk membantah analisis yuridis, semakin membuat pengacara tak mengerti konstruksi berpikir penuntut umum karena tidak bisa membuktikan penerapan pasal yang didakwakan, tetapi malah mencari alasan-alasan yuridis. Menurut dia, penuntut umum banyak memaparkan teori dan kutipan-kutipan yang pada dasarnya tidak berguna untuk persidangan dan jauh dari pokok perkara persidangan. ‘Kata-kata indah dan teroti keilmuan JPU yang dipertontonkan bukan pada tempat dan waktu yang pas dalam persidangan khususnya dalam perkara ini,” tegasnya.

Atas dasar tersebut, maka penerapan pasal 340 KUHP tidaklah tergambar dalam fakta persidangan, baik keterangan saksi-saksi, bukti surat yang tidak ada persesuaian petunjuk sehingga sangat jelas penerapan pasal 340 KUHP dalam tuntutan sangat dipaksakan. “Kepada Majelis Hakim adalah tidak patut diterima karena bertentangan dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Setelah pembacaan duplik, Ketua Majelis Hakim Absoroh mengatakan sidang agenda selanjutnya adalah putusan. Sidang dengan agenda putusan tersebut akan digelar dua pekan ke depan, bersamaan dengan terdakwa lainnya, Assyiffa Ramadhani. “Sidang dengan agenda putusan akan dilaksanakan dua minggu ke depan, yakni Selasa, 9 Desember,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait